Metode Penelitian Arsitektur
1.1 Pengertian Metode
Penelitian Arsitektur
1.1.1 Pengertian Metode
Secara etimologis, metode berasal dari
kata 'met' dan 'hodes' yang berarti melalui. Sedangkan istilah metode adalah jalan
atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga 2 hal
penting yang terdapat dalam sebuah metode adalah : cara melakukan sesuatu dan
rencana dalam pelaksanaan.
Berikut
ini adalah pengertian dan definisi Metode menurut para ahli:
a. ROTHWELL
& KAZANAS
Metode adalah
cara, pendekatan, atau proses untuk menyampaikan informasi
b. TITUS
Metode adalah
rangkaian cara dan langkah yang tertib dan terpola untuk menegaskan bidang
keilmuan.
c. MACQUARIE
Metode adalah
suatu cara melakukan sesuatu, terutama yang berkenaan dengan rencana tertentu
d. WIRADI
Metode adalah
seperangkat langkah (apa yang harus dikerjakan) yang tersusun secara sistematis
(urutannya logis)
e. DRS.
AGUS M. HARDJANA
Metode adalah cara yang
sudah dipikirkan masak-masak dan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah
tertentu guna mencapai tujuan yang hendak dicapai
1.1.2 Pengertian
Penelitian
Penelitian atau riset adalah terjemahan
dari bahasa Inggris research, yang merupakan gabungan dari kata re (kembali)
dan to search (mencari). Beberapa sumber lain menyebutkan bahwa research adalah
berasal dari bahasa Perancis recherche.Intinya hakekat penelitian adalah
“mencari kembali”. Definisi tentang penelitian yang muncul sekarang ini
bermacam-macam, salah satu yang cukup terkenal adalah menurut Webster’s New
Collegiate Dictionary yang mengatakan bahwa penelitian adalah “penyidikan atau
pemeriksaan bersungguh-sungguh, khususnya investigasi atau eksperimen yang
bertujuan menemukan dan menafsirkan fakta, revisi atas teori atau dalil yang
telah diterima”. Dalam buku berjudul Introduction to Research, T. Hillway
menambahkan bahwa penelitian adalah “studi yang dilakukan seseorang melalui
penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga
diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut”. Ilmuwan lain bernama
Woody memberikan gambaran bahwa penelitian adalah “metode menemukan kebenaran
yang dilakukan dengan critical thinking (berpikir kritis)”. Penelitian bisa
menggunakan metode ilmiah (scientific method) atau non-ilmiah (unscientific
method). Tapi kalau kita lihat dari definisi diatas, penelitian banyak
bersinggungan dengan pemikiran kritis, rasional, logis (nalar), dan analitis,
sehingga akhirnya penggunaan metode ilmiah (scientific method) adalah hal yang
jamak dan disepakati umum dalam penelitian. Metode ilmiah juga dinilai lebih
bisa diukur, dibuktikan dan dipahami dengan indera manusia. Penelitian yang
menggunakan metode ilmiah disebut dengan penelitian ilmiah (scientific
research).
(Sumber
:http://intl.feedfury.com/content/19423839-hakikat-penelitian.html)
1.1.3 Pengertian
arsitektur
Arsitektur adalah ilmu dan seni
perencanaan dan perancangan lingkungan binaan (artefak), mulai dari lingkup
makro—seperti perencaan dan perancangan kota, kawasan, lingkungan, dan
lansekap—hingga lingkup mikro—seperti perencanaan dan perancangan bangunan,
interior, perabot, dan produk. Dalam arti yang sempit, arsitektur sering kali
diartikan sebagai ilmu dan seni perencanaan dan perancangan bangunan. Dalam
pengertian lain, istilah “arsitektur” sering juga dipergunakan untuk
menggantikan istilah “hasil-hasil proses perancangan”.
Jika
ilmu dan seni perencanaan dan perancangan lingkungan binaan (artefak) dinamai
“arsitektur”, orang yang mempunyai keahlian dan berkecimpung di dalam bidang
tersebut dinamai “arsitek”. Jadi, arsitek adalah orang yang mempunyai keahlian
dan berkecimpung di dalam ilmu dan seni perencanaan dan perancangan lingkungan
binaan (artefak)—seperti perencanaan dan perancangan kota, kawasan, lingkungan,
lansekap, bangunan, interior, perabot, dan produk.
Dengan demikian metode penelitian
merupakan prosedur atau proses mulai dari awal yang menjelaskan tentang
kerangka piker hingga menghasilkan kesimpulan penelitian dalam bidang
arsitektur.
1.2 Architecture
and Information Technology
Teknologi,
di pihak lain, adalah aplikasi dari prinsip-prinsip keilmuan, sehingga
menghasilkan sesuatu yang berarti bagi kehidupan manusia. Aplikasi
prinsip-prinsip ini dapat dalam lapangan teknik maupun sosial. (supriadi,
1994;116)
Terkait teknologi, komputer dalam dunia desain dan
arsitektur telah dimulai sejak komputer ditemukan. Bentuk keterlibatan itu
tentu tidak sama dengan yang kita pikirkan saat ini. komputer generasi terkini menghasilkan
gambar-gambar yang sangat realistis, itu seolah-olah menjadi bukti dominan
keterlibatan komputer dalam desain interior dan arsitektur. Sedangkan komputer
generasi terdahulunya, pertama kali komputer terlibat dalam desain arsitektur
dalam bentuk bantuan menghitung konstruksi, biaya dan semacamnya.
Proses
desain dan arsitektur memanfaatkan komputer sejalan dengan perkembangan
kemampuan komputer. Saat komputer generasi baru mampu melakukan perhitungan
berat seperti yang diperlukan pada proses render arsitektur 3D, maka dunia
desain interior dan arsitektur menanggapi dengan optimis dan ketertarikan yang
tinggi. Dari hal tersebut gambar-gambar
presentasi desain interior dan arsitektur nyaris tidak dapat dibedakan dengan
kondisi nyata.
Jika
kita memakai proses desain yang paling sederhana, yang telah dipakai oleh para
arsitek sejak ratusan tahun yang lalu, maka terlihat bahwa komputer dapat
berperan di tahap mana saja. Proses tersebut meliputi : analisis masalah,
sintesis pemecahan masalah, evaluasi dan
mengkomunikasikan
tahapan-tahapan tersebut. Seberapa
jauh peran tersebut akan tergantung dari ke dua pihak, yaitu kreativitas
arsitek dan kemajuan teknologi komputer (digital) (Satwiko, 2010; 11).
Dikaitkan
dengan kedudukan seni dalam era globalisasi, pada buku persoalan-
persoalan dasar estetika
karangan Marcia Muelder
Eaton diuraikan, Weitz
percaya bahwa sifat kreatif seni tidak butuh untuk didefinisikan:”yang
paling jauh dari petualangan seni adalah perubahannya yang terus berlangsung dan
kreasi barunya menjadikannya tidak mungkin secara logis menjamin suatu
perangkat ciri yang dapat didefinisikan” (Muelder, 2010:10). Untuk itu kreatif
seni bisa juga dikaitkan dengan
kreativitas desain dan arsitektur yang butuh sebuah perubahan dengan seiring
teknologi dan informasi yang berkembang.
Implementasi
perkembangan teknologi informasi memberi dampak pada perancangan arsitektur
melalui beragam aspek seperti:
a.
Penyebaran
informasi langsung (real time) melalui internet; hanya dengan beberapa
b.
‘klik’
pada mouse seseorang dapat berselancar di internet, menemukan dan melihat
gaya-gaya arsitektur terbaru dari seluruh bagian dunia. Ini menyebabkan
perancangan arsitektur menjadi mendunia (global).
c.
Menawarkan kemampuan
baru dalam mengembangkan
bentuk-bentuk geometri yang
rumit; komputer-komputer baru yang sangat kuat menjadikan bentuk-bentuk
bangunan yang secara geometris sulit menjadi lebih mudah dibuat.
d.
Menawarkan kemampuan
baru dalam menghitung
aspek-aspek kuantitatif
perancangan (environmental, konstruksi, dll)
e.
Kebutuhan
dunia akan arsitektur yang ramah lingkungan telah mendorong para arsitek merancang
bangunan-bangunan yang lebih
ramah lingkungan, hemat energy, dll. Computer menjadikan tugas
yang rumit bila dikerjakan secara manual menjadi jauh lebih mudah, presisi,
akurat, cepat dan menyenangkan (2010; 48)
Satwiko
dalam buku arsitektur digital menyebutkan, bila dibuat garis besar, pemanfaatan
teknologi informasi pada kerja arsitek dapat ditemui pada aktivitas berikut
(bukan merupakan urutan baku);
a.
Komunikasi
(surat menyurat, konsultasi, baik tertulis maupun tergambar dengan sarana
manual maupun electronic mail),
b.
Pencarian
Data (iklim, topografi, jaringan transportasi, jaringan utilitas, sebaran
penduduk, peraturan daerah, produk bahan, hasil penelitian, dll.),
c.
Pembuatan
Sketsa Awal (gagasan awal untuk diskusi dengan klien maupun tim perencana baik
secara 2D, 3D, animasi maupun virtual reality),
d.
Perhitungan-perhitungan (konstruksi,
biaya, fisika bangunan,
utilitas, energy, pencemaran)
e.
Pengembangan
Desain (menuju ke karya desain yang lebih terpadu dalam bentuk animasi maupun
virtual reality yang
dapat dilakukan secara
manual maupun otomatis dengan
teknik morphing),
f.
Pengenalan Pemanfaatan
Teknologi Baru dalam Bangunan
(solar energy, intelligent/smart
buildings),
g.
Presentasi
(penyajian produk desain akhir), h.
Pembuatan gambar kerja, dan
h.
Pengarsipan
Karya Desain (menyimpan karya desain secara sistematis dan aman untuk
dipergunakan di lain waktu).
Karena
kedudukan teknis desain interior dan arsitektur hampir sama, maka dalam
pemaparan tersebut diatas, implementasi teknologi dan informasi jika diterapkan
dalam bidang desain interior dan arsitek di era globalisasi adalah sebagai
berikut:
a.
Komunikasi
Dalam hal komunikasi, Penulis menganalisa,
dibandingkan dahulu dengan era sekarang
adalah: dahulu para
desainer dan arsitek
dalam membahas perancangannya
dengan klien menggunakan media surat, wesel dengan jasa kantor pos atau dari
orang ke orang dan telephone. Kini desainer dan arsitek secara cepat dan
efesiennya menggunakan layanan internet, media social network, handphone,
telephone dan lain-lain, terkecuali beberapa diantaranya untuk dokumen hard
copy berupa gambar jilid dan presentasi tetap melalui jasa pengiriman dari
orang ke orang dan jasa kantor pos.
b.
Pencarian
Data
Dalam hal Pencarian Data, Penulis menganalisa,
dibandingkan dahulu dengan era sekarang adalah: dahulu para desainer dan
arsitek, mengumpulkan data lebih memanfaatkan catatan tangan dan menggali
informasi pada pilihan sumber tertentu, kini melalui komputer dan virtual
berupa internet pencarian data dapat diakses secara mudah dan cepat dengan
banyak informasi yang mendukung mengenai data yang digali.
c.
Pembuatan
Sketsa Awal (gagasan awal untuk diskusi dengan klien maupun tim perencana baik
secara 2D, 3D, animasi maupun virtual reality), dalam hal pembuatan sketsa
awal, Penulis menganalisa, dibandingkan dahulu dengan era sekarang adalah:
dahulu para desainer dan arsitek, dalam
membuat konsep menggunakan sketsa tangan, dan visualisasi warna menggunakan,
pencil warna, spidol, cat air, cat minyak, sedangkan era sekarang pembuatan
sketsa bukan saja manual akan tetapi bisa melalui media smart phone, net book
dan komputer serta berbagai pengolahan data dengan software-software yang
berkaitan dengan desain interior. Divisualisasikan melalui
olahan render, salah
satunya yakni software 3D Max.
d.
Perhitungan-perhitungan (konstruksi,
biaya, fisika bangunan,
utilitas, energy, pencemaran)
Dalam
hal perhitungan-perhitungan, Penulis menganalisa, dibandingkan dahulu dengan
era sekarang adalah: dahulu para desainer dan arsitek, perhitungan biaya bisa
menggunakan mesin hitung, kini ada beberapa mesin hitung yang bisa diadopsi
dari software-sofware terkait beitupun juga perhitungan konstruksi.
e.
Pengembangan
Desain (menuju ke karya desain yang lebih terpadu dalam bentuk animasi maupun
virtual reality yang
dapat dilakukan secara
manual maupun otomatis dengan
teknik morphing), Dalam pengembangan desain, Penulis menganalisa, dibandingkan
dahulu dengan era sekarang
adalah: dahulu para
desainer dan arsitek,
dalam pengembangan desain bisa saja menggunakan sketsa dan gambar dengan
bantuan meja gambar teknik, kini diera sekarang lebih terpadunya menggunakan
sketsa, gambar kerja dengan bantuan komputer dengan software Auto Cad, 3D Max,
Sketchup, dengan file berupa soft copy dan hard copy berupa hasil print. Pada
proyek besar kini animasi juga dilibatkan untuk lebih terpadunya keseluruhan pengembangan
desain yang ingin dipresentasikan.
f.
Pengenalan Pemanfaatan
Teknologi Baru dalam
Bangunan (solar energy, intelligent/smart buildings),
Dalam pemanfaatan teknologi
baru, Penulis menganalisa,
dibandingkan dahulu dengan era sekarang adalah: dahulu para desainer dan
arsitek, dalam pemanfaatan
teknologi sebelum isu
mengenai global warming,
masih fokus terhadap hal-hal yang bersifat eksplotasi material bangunan,
kini dengan isu-isu mengenai konsep green design, para desainer dan arsitek
sudah mulai memikirkan teknologi baru, contohnya pemanfaatan sinar matahari dan
diolah sebagai energi, sehingga dalam perwujudan desain harus mempertimbangkan
penyelamatan lingkungan.
g.
Presentasi
(penyajian produk desain akhir),
Dalam Presentasi, Penulis menganalisa, dibandingkan
dahulu dengan era sekarang adalah: dahulu para desainer dan arsitek dalam
mempresentasikan desain masih berupa media yang didukung keterampilan tangan
atau manual, kini dengan komputer berupa software auto cad, 3D Max, sketchup,3D
Maya, dan virtual pendukung lainnya, presentasi dapat lebih mudah menerjemahkan
maksud desainer/arsitek ataupun menerjemahkan keinginan klien, akurasi gambar
lebih tepat dan visualisai lebih
nyata. Sehingga bagi
klien yang sedikit
awam tidak kebingungan untuk
mengerti presentasi desain yang disajikan.
h.
Pembuatan
gambar kerja, dan
Dalam pembuatan gambar kerja, Penulis menganalisa,
dibandingkan dahulu dengan era sekarang adalah: dahulu para desainer dan
arsitek membuat gambar kerja dengan bantuan meja gambar teknik, sedangkan kini
meja gambar teknik sedikit-demi sedikit mulai ditinggalkan diganti dengan
software autocad pada komputer untuk mendapatkan akurasi dan kecepatan
penyelesaian gambar kerja. Akan tetapi pembuatan gambar kerja dalam hal
perkuliahan masih dimanfaatkan pada mahasiswa semester-semester kecil sebagai
latihan tangan dalam mengolah ketegasan garis mahasiswa.
i.
Pengarsipan
Karya Desain (menyimpan karya desain secara sistematis dan aman untuk
dipergunakan di lain waktu).
Dalam pengarsipan karya desain, Penulis menganalisa,
dibandingkan dahulu dengan era sekarang
adalah: dahulu para
desainer dan arsitek
sebelum ada komputer generasi
baru yang bisa menjalankan software menggambar, arsip-arsip disimpan pada rack
dan almari simpan, kini pengarsipan secara sistematis bisa disimpan di komputer
pada folder-folder berupa soft copy dan internet melalui email, arsip-arsip
dalam bentuk Hard copy juga masih dibutuhkan, sebagai bagian dari portfolio.
File-file di komputer dikatakan aman apabila juga di transfer datanya pada
cd/dvd untuk antisipasi kerusakan dari komputer.
Dalam
kegiatan pendidikan desain interior, penulis menelisik keuntungan teknologi
digital memiliki persamaan dengan keuntungan teknologi digital bagi pendidikan
arsitektur. Dalam buku arsitektur
digital oleh Satwiko
diuraikan keuntungan teknologi digital bagi pendidikan arsitektur
antara lain
a.
Pembelajaran
lebih efektif dan efisien
b.
Presentasi
lebih nyata
c.
Komputasi
lebih mudah, cepat dan menarik
d.
Informasi
berlimpah
e.
Komunikasi
antara dosen dan mahasiswa tidak tergantung tempat dan waktu
f.
Menekan
biaya untuk pengadaan peralatan lab fisik yang mahal
g.
Menekan
biaya untuk pengadaan buku-buku referensi impor yang mahal
h.
(
Satwiko, 2010 : 49)
Teknologi digital
banyak menawarkan keuntungan,
a.
Komputer
adalah perangkat yang multiguna, untuk
mendukung proses belajar (membuat catatan, menggambar, memproses data, dll.),
bermain dan berkreasi.
b.
Sebagai studio
multimedia: untuk menggambar
teknis 2D dan
3D. membuat presentasi animasi,
membuat gambar seni, membuat movie atau virtual reality agar presentasi lebih
jelas dan menarik.
c.
Sebagai Lab virtual: membuat simulasi fisika
bangunan, energy, struktur, dll.
Dengan lebih mudah, murah, cepat, akurat, presisi, sehingga
rancangan lebih bertanggung jawab. Selain itu karena banyak pekerjaan yang
dapat ditangani lebih cepat dengan
teknologi digital, tenaga dapat dicurahkan untuk pengembangan filosofi desain.
d.
Sebagai
perpustakaan dan sumber informasi tak terbatas: dengan memiliki akses ke
internet, tersedia berlimpah informasi jurnal, hasil-hasil penelitian, produk
industri terbaru, diskusi tentang arsitektur, dll. ( Satwiko, 2010 : 50)
1.3 Qualitative Research
1.3.1 Metode
Penelitian Kualitatif
Menurut Sukmadinata (2005) dasar penelitian kualitatif adalah konstruktivisme yang berasumsi bahwa
kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman
sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu. Peneliti kualitatif percaya bahwa kebenaran adalah dinamis dan
dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang melalui
interaksinya dengan situasi sosial mereka (Danim, 2002).
Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan
strategi-strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif
ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang
partisipan. Dengan demikian arti atau pengertian penelitian
kualitatif tersebut adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi
objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 2005).
1.3.2 Pokok Karakteristik Metode Penelitian Kualitatif
1.
Menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data
Penelitian
kualitatif menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data. Peristiwa-peristiwa yang terjadi
dalam suatu situasi sosial merupakan kajian utama penelitian kualitatif.
Peneliti pergi ke lokasi tersebut, memahami dan mempelajari situasi. Studi
dilakukan pada waktu interaksi berlangsung di tempat kejadian. Peneliti
mengamati, mencatat, bertanya, menggali sumber yang erat hubungannya dengan
peristiwa yang terjadi saat itu. Hasil-hasil yang diperoleh pada saat itu segera
disusun saat itu pula. Apa yang diamati pada dasarnya tidak lepas dari konteks
lingkungan di mana tingkah laku berlangsung.
2.
Memiliki sifat deskriptif analitik
Penelitian kualitatif sifatnya
deskriptif analitik. Data yang diperoleh seperti hasil pengamatan, hasil
wawancara, hasil pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangan, disusun
peneliti di lokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk dan angka-angka.
Peneliti segera melakukan analisis data dengan memperkaya informasi, mencari
hubungan, membandingkan, menemukan pola atas dasar data aslinya (tidak
ditransformasi dalam bentuk angka). Hasil analisis data berupa pemaparan
mengenai situasi yang diteliti yang disajikan dalam bentuk uraian naratif.
Hakikat pemaparan data pada umumnya menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa dan
bagaimana suatu fenomena terjadi. Untuk itu peneliti dituntut memahami dan
menguasai bidang ilmu yang ditelitinya sehingga dapat memberikan justifikasi
mengenai konsep dan makna yang terkandung dalam data.
3.
Tekanan pada proses bukan hasil
Tekanan penelitian kualitatif ada
pada proses bukan pada hasil. Data dan informasi yang diperlukan berkenaan dengan
pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana untuk mengungkap proses bukan hasil
suatu kegiatan. Apa yang dilakukan, mengapa dilakukan dan bagaimana cara
melakukannya memerlukan pemaparan suatu proses mengenai fenomena tidak dapar
dilakukan dengan ukuran frekuensinya saja. Pertanyaan di atas menuntut gambaran
nyata tentang kegiatan, prosedur, alasan-alasan, dan interaksi yang terjadi
dalam konteks lingkungan di mana dan pada saat mana proses itu berlangsung.
Proses alamiah dibiarkan terjadi tanpa intervensi peneliti, sebab proses yang
terkontrol tidak akan menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Peneliti tidak
perlu mentaransformasi data menjadi angka untuk mengindari hilangnya informasi
yang telah diperoleh. Makna suatu proses dimunculkan konsep-konsepnya untuk
membuat prinsip bahkan teori sebagai suatu temuan atau hasil penelitian
tersebut.
4.
Bersifat induktif
Penelitian kualitatif sifatnya
induktif.
Penelitian kualitatif tidak dimulai dari deduksi teori, tetapi dimulai dari
lapangan yakni fakta empiris. Peneliti terjun ke lapangan, mempelajari suatu
proses atau penemuan yang tenjadi secara alami, mencatat, menganalisis,
menafsirkan dan melaporkan serta menarik kesimpulan-kesimpulan dari proses
tersebut. Kesimpulan atau generalisasi kepada lebih luas tidak dilakukan, sebab
proses yang sama dalam konteks lingkungan tertentu, tidak mungkin sama dalam
konteks lingkungan yang lain baik waktu maupun tempat. Temuan penelitian dalam
bentuk konsep, prinsip, hukum, teori dibangun dan dikembangkan dari lapangan
bukan dari teori yang telah ada. Prosesnya induktif yaitu dari data yang
terpisah namun saling berkaitan.
5.
Mengutamakan makna
Penelitian kualitatif mengutamakan
makna.
Makna yang diungkap berkisar pada persepsi orang mengenai suatu peristiwa.
Misalnya penelitian tentang peran kepala sekolah dalam pembinaan guru, peneliti
memusatkan perhatian pada pendapat kepala sekolah tentang guru yang dibinanya.
Peneliti mencari informasi dari kepala sekolah dan pandangannya tentang
keberhasilan dan kegagalan membina guru. Apa yang dialami dalam membina guru,
mengapa guru gagal dibina, dan bagaimana hal itu terjadi. Sebagai bahan
pembanding peneliti mencari informasi dari guru agar dapat diperoleh
titik-titik temu dan pandangan mengenai mutu pembinaan yang dilakukan kepala
sekolah. Ketepatan informasi dari partisipan (kepala sekolah dan guru) diungkap
oleh peneliti agar dapat menginterpretasikan hasil penelitian secara sahih dan
tepat.
Berdasarkan ciri di atas dapat
disimpulkan bahwa penelitian kualitatif tidak dimulai dari teori yang
dipersiapkan sebelumnya, tapi dimulai dari lapangan berdasarkan lingkungan
alami. Data dan informasi lapangan ditarik maknanya dan konsepnya, melalui
pemaparan deskriptif analitik, tanpa harus menggunakan angka, sebab lebih mengutamakan
proses terjadinya suatu peristiwa dalam situasi yang alami. Generalisasi tak
perlu dilakukan sebab deskripsi dan interpretasi terjadi dalam konteks dan
situasi tertentu. Realitas yang kompleks dan selalu berubah menuntut peneliti
cukup lama berada di lapangan.
Sejalan dengan pendapat di atas,
Bogdan dan Biklen (1992) menjelaskan bahwa bahwa ciri-ciri
metode penelitian kualitatif ada lima, yaitu:
·
Penelitian kualitatif mempunyai setting yang alami sebagai
sumber data langsung, dan peneliti sebagai instrumen kunci.
·
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang deskriptif.
Data yang dikumpulkan lebih banyak kata-kata atau gambar-gambar daripada angka
·
Penelitian kualitatif lebih memperhatikan proses daripada
produk. Hal ini disebabkan oleh cara peneliti mengumpulkan dan memaknai data,
setting atau hubungan antar bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas
apabila diamati dalam proses.
·
Peneliti kualitatif mencoba menganalisis data secara
induktif: Peneliti tidak mencari data untuk membuktikan hipotesis yang.mereka
susun sebelum mulai penelitian, namun untuk menyusun abstraksi.
·
Penelitian kualitatif menitikberatkan pada makna bukan sekadar
perilaku yang tampak.
Atas dasar penggunaanya, dapat
dikemukakan bahwa tujuan penelitian kualitatif dalam bidang pendidikan yaitu untuk:
1. Mendeskripsikan suatu proses
kegiatan pendidikan berdasarkan apa yang terjadi di lapangan sebagai bahan
kajian lebih lanjut untuk menemukenali kekurangan dan kelemahan pendidikan
sehingga dapat ditentukan upaya penyempurnaannya.
2. Menganalisis dan menafsirkan suatu
fakta, gejala dan peristiwa pendidikan yang terjadi di lapangan sebagaimana
adanya dalam konteks ruang dan waktu serta situasi lingkungan pendidikan secara
alami.
3. Menyusun hipotesis berkenaan dengan
konsep dan prinsip pendidikan berdasarkan data dan informasi yang terjadi di
lapangan (induktif) untuk kepentingan pengujian lebih lanjut melalui pendekatan
kuantitatif.
1.4 Penggunaan
Literatur dalam Penelitian Kualitatif
Penggunaan
literatur yang relevan merupakan hal yang umum dilakukan pada penelitian
kualitatif setelah dilakukan pengumpulan dan analisis data. Tidak seperti para
peneliti kuantitatif, pada umumnya para peneliti kualitatif tidak menggunakan
berbagai literatur untuk melatar belakangi studi yang dilakukannya atau sebagai
kerangka konseptual dan kerangka teori studi tersebut. Alasan tidak menggunakan
literatur pada tahap awal penelitian adalah untuk melindungi peneliti dalam
mengarahkan para partisipannya tentang berbagai hal yang sebelumnya telah
diketahui oleh peneliti (Streubert & Carpenter, 2003). Alasan lainnya
dikemukakan oleh Pinch (1993) yang mengatakan bahwa para peneliti sebaiknya
mempelajari fenomena-fenomena penelitiannya secara lebih mendalam seolah-olah
fenomena tersebut sangat asing bagi dirinya.
Salah
satu cara untuk membuat dirinya asing dengan fenomena yang akan dipelajarinya,
peneliti tidak seharusnya memulai penelitiannya dengan mempelajari
literatur-literatur yang berkaitan dengan topik penelitiannya secara mendalam
(Streubert & Carpenter, 2003). Dengan tidak mempelajari literatur-literatur
yang relevan dengan topik penelitiannya tersebut, peneliti dapat membatasi
hal-hal yang diketahui tentang situasi penelitiannya sebelum melakukan
penelitiannya tersebut.
Dengan
demikian penggunaan literatur sebelum dilakukannya penelitian, bukan suatu
langkah yang harus dilakukan oleh para peneliti kualitatif. Dilain pihak,
beberapa jenis penelitian kualitatif, seperti pada penelitian etnografi dan
penelitian grounded theory, literatur-literatur terdahulu digunakan
untuk melatar belakangi studi yang akan dilakukan dan dibuat sebelum studi
tersebut dilakukan (Strauss & Corbin, 1989).
Tidak
seperti halnya pada penelitian kuantitatif, penggunaan literatur sebelum
dilakukan proses penelitian pada penelitian kualitatif bukan sekedar dijadikan
latar belakang untuk studi yang dilakukan, namun, memiliki beberapa manfaat
lainnya. Beberapa manfaat penggunaan literatur lainnya dalam penelitian
kualitatif, selain digunakan untuk melatar belakangi masalah yang akan
dipelajari (Strauss & Corbin, 1989), antara lain:
1.
Merangsang Kepekaan
Teoritik
Walaupun
penggunaan literatur dalam penelitian kualitatif kurang memiliki kegunaan
penting untuk melatar belakangi penelitian yang dilakukan, studi literatur
setidaknya memberikan manfaat untuk meningkatkan kepekaan teoritik peneliti
untuk mengenali hal-hal yang penting pada data dan memaknainya. Kemampuan ini
akan memperlancar perumusan teori yang tepat dengan realitas fenomena yang
diteliti. .Dengan membaca dan menelaah hasil-hasil studi terdahulu, kepekaan
peneliti terhadap subyek apa yang harus dicari untuk diteliti menjadi lebih
baik. Dengan kepekaan yang lebih baik, peneliti dapat merencanakan dan menyusun
daftar wawancara yang lebih signifikan untuk ditanyakan kepada partisipan.
2.
Memberi Dukungan
Tambahan Terhadap Pengabsahan Hasil Penelitian
Manfaat lainnya dari
penggunaan literatur yang relevan dalam penelitian kualitatif adalah
mengabsahkan ketepatan hasil-hasil temuan penelitian yang dilakukan, terutama
pada penelitian kualitatif yang menguji keabsahan suatu teori. Dengan
penggunaan literatur-literatur yang ada, peneliti dapat memberi penjelasan
tentang berbagai rasionalisasi adanya perbedaan dan persamaan teori atau konsep
yang merupakan hasil temuan penelitian yang dilakukan dengan teori atau konsep yang
ada pada literatur-literatur terdahulu.
3.
Merencanakan Naskah
Wawancara
Mempelajari
literatur yang ada juga bermanfaat untuk peneliti dalam rangka menyusun
naskah/daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada para partisipan. Daftar
pertanyaan ini hanya berfungsi sebagai acuan awal saja dan untuk meyakinkan
subyek tentang tujuan penelitian yang sedang dilakukan. Daftar pertanyaan ini
selanjutnya dapat berkembang selama proses penelitian sesuai dengan situasi dan
kondisi area dimana penelitian tersebut dilakukan
4.
Tujuan Penggunaan
Literatur dalam Penelitian Kualitatif
Pada
penelitian kualitatif, penggunaan berbagai literatur yang relevan, dalam hal
ini kapan dan dengan maksud apa literatur tersebut digunakan memiliki variasi
berdasarkan jenis penelitian kualitatif yang dilakukan (Burns & Grove,
1993).
Pada
penelitian fenomenologi, peninjauan dan penulisan literatur sebaiknya digunakan
setelah dilakukan pengumpulan data dan data penelitian dianalisis. Hal tersebut
bertujuan agar informasi-informasi dari literatur yang ada tidak mempengaruhi
tujuan penelitian dan berbagai ide dan konsep yang dimiliki peneliti. Para ahli
fenomenologi berpendapat bahwa berbagai gambaran peneliti tentang obyek
penelitiannya sebaiknya hanya berasal dari apa yang dilihat pada situasi nyata
dan tidak berasal dari apa yang telah diketahui peneliti dari mempelajari
literatur-literatur yang ada (Burns & Grove, 1993) sehingga penelusuran
literatur seharusnya dilakukan setelah data penelitian dianalisis
Penggunaan
literatur pada penelitian fenomenologi bertujuan membandingkan dan menyatukan
hasil-hasil temuan dari penelitian yang dilakukan dengan hasil-hasil temuan
dari literatur-literatur terdahulu dan untuk menentukan berbagai persamaan dan
perbedaan berbagai hasil temuan yang diperoleh dari penelitian yang baru saja
dilakukan (Burns & Grove, 1993).
Sama
halnya dengan penelitian fenomenologi, penelitian teori kritik social,
penggunaan literatur memiliki tujuan untuk membandingkan dan menyatukan
hasil-hasil temuan dari penelitian yang dilakukan dengan hasil-hasil temuan
dari literatur-literatur terdahulu (Burns & Grove, 1993) yang hasil
akhirnya untuk menentukan pengetahuan terbaru tentang suatu kondisi sosial yang
sedang terjadi.
Pada
penelitian grounded theory, penggunaan literatur yang minimal digunakan
sebelum penelitian dilakukan. Penggunaan literatur tersebut hanya ditujukan
untuk membantu peneliti menyadari apa yang harus dilakukan dengan penelitiannya
(Burns & Grove, 1993). Informasi dari literatur yang ada tidak digunakan langsung
untuk pengumpulan data atau pengembangan teori dari data yang diperoleh dari
penelitian yang dilakukan. Selanjutnya, setelah dilakukan pengumpulan informasi
atau data yang diinginkan, pencarian dan penelusuran literatur-literatur yang
relevan secara ekstensif sangat diperlukan untuk mendefinisikan konsep-konsep
khusus dan untuk melakukan verifikasi berbagai hubungan antara teori-teori yang
dikembangkan dengan informasi atau data-data empirik dari hasil penelitian yang
baru saja dilakukan. Pada akhirnya, penggunaan literatur-literatur tersebut
membantu para peneliti mampu menjelaskan, mendukung, dan memperluas pemunculan
teori-teori baru dari hasil studi yang dilakukannya.
Studi
literatur yang dibuat pada penelitian etnografi memiliki maksud yang sama
penggunaannya pada penelitian kuantitatif. Penggunaan literatur dilakukan pada
awal proses penelitian (tahap proposal) untuk memfasilitasi atau menyediakan
suatu pemahaman secara umum tentang kategori-kategori dalam konteks budaya
tertentu yang dipelajari (Burns & Grove, 1993). Literatur-literatur
tersebut pada umumnya hanya bersifat teoritikal sebab sangat sedikit
studi-studi terdahulu yang memiliki tipical yang sama benar untuk suatu
fenomena atau obyek tertentu dari studi yang akan dilakukan. Berdasarkan literatur-literatur
tersebut suatu kerangka kerja dikembangkan untuk mengkaji kompleksitas berbagai
situasi kehidupan manusia dalam suatu konteks budaya. Penggunaan literatur pada
jenis studi ini juga dimaksudkan untuk melatar belakangi studi yang akan dilakukan
dan untuk menginterpretasikan hasil-hasil temuan dari studi yang dilakukan
tersebut. Hasil akhir yang diharapkan dari studi etnografi tersebut untuk
menghasilkan berbagai wawasan baru berkaitan dengan budaya yang dipelajari yang
akan memperluas dan mempertajam suatu pengetahuan terkini dari budaya tersebut.
Selanjutnya,
pada penelitian historikal, berbagai literatur dipelajari untuk memilih topik
penelitian dan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan penelitian. Selanjutnya
peneliti mengembangkan daftar berbagai literatur yang relevan dengan studi yang
akan dilakukan secara terperinci, menempatkan literatur-literatur tersebut dan
mempelajarinya secara mendalam Pada jenis penelitian historitikal ini,
literatur-literatur yang relevan merupakan sumber data atau informasi utama
(Burns & Grove, 1993). Seorang peneliti historis membutuhkan waktu yang
lama, bahkan sampai rentang waktu tahunan untuk memperoleh literatur-literatur
yang relevan dengan topik penelitiannya dan kemudian mempelajari
literatur-literatur tersebut. Informasi-informasi yang diperoleh dari
literatur-literatur yang relevan tersebut dianalisis dan disusun dalam bentuk
laporan untuk menjelaskan bagaimana suatu fenomena atau peristiwa terjadi dalam
suatu periode waktu tertentu.
1.5
Quantitative Research
1.5.1 Definisi Penelitian Kuantitatif
Kasiram (2008: 149) dalam bukunya
Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, mendifinisikan penelitian
kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data
berupa angka sebagai alat menganalisis keterangan mengenai apa yang ingin
diketahui.
Metode penelitian kuantitatif merupakan
salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana,
dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain penelitiannya.
Definisi lain menyebutkan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak
menuntut penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap
data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian pula pada tahap
kesimpulan penelitian akan lebih baik bila disertai dengan gambar, table,
grafik, atau tampilan lainnya.
Menurut Sugiyono, metode penelitian kuantitatif
dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu.
Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan
data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan (Sugiyono, 2012: 7). Metode kuantitatif sering juga disebut metode
tradisional, positivistik, ilmiah/scientific dan metode discovery. Metode
kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama
digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode ini
disebut sebagai metode positivistik karena berlandaskan pada filsafat
positivisme. Metode ini disebut sebagai metode ilmiah (scientific) karena
metode ini telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit, empiris,
obyektif, terukur, rasional dan sistematis. Metode ini juga disebut metode
discovery karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai
iptek baru. Metode ini disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa
angka-angka dan analisis menggunakan statistik.
Penelitian kuantitatif merupakan studi yang
diposisikan sebagai bebas nilai (value free).Dengan kata lain,
penelitian kuantitatif sangat ketat menerapkan prinsip-prinsip objektivitas.
Objektivitas itu diperoleh antara lain melalui penggunaan instrumen yang telãh
diuji validitas dan reliabilitasnya. Peneliti yang melakukan studi kuantitatif
mereduksi sedemikian rupa hal-hal yang dapat membuat bias, misalnya akibat
masuknya persepsi dan nilai-nilai pribadi. Jika dalam penelaahan muncul adanya
bias itu maka penelitian kuantitatif akan jauh dari kaidah-kaidah teknik ilmiah
yang sesungguhnya (Sudarwan Danim, 2002: 35).
Selain itu metode penelitian kuantitatif dikatakan
sebagai metode yang lebih menekankan pada aspek pengukuran secara obyektif
terhadap fenomena sosial. Untuk dapat melakukan pengukuran, setiap fenomena
sosial di jabarkan kedalam beberapa komponen masalah, variable dan indikator.
Setiap variable yang di tentukan di ukur dengan memberikan simbol-simbol angka
yang berbeda–beda sesuai dengan kategori informasi yang berkaitan dengan
variable tersebut. Dengan menggunakan simbol–simbol angka tersebut, teknik
perhitungan secara kuantitatif matematik dapat di lakukan sehingga dapat
menghasilkan suatu kesimpulan yang belaku umum di dalam suatu parameter. Tujuan
utama dati metodologi ini ialah menjelaskan suatu masalah tetapi menghasilkan
generalisasi. Generalisasi ialah suatu kenyataan kebenaran yang terjadi dalam
suatu realitas tentang suatu masalah yang di perkirakan akan berlaku pada suatu
populasi tertentu. Generalisasi dapat dihasilkan melalui suatu metode perkiraan
atau metode estimasi yang umum berlaku didalam statistika induktif. Metode
estimasi itu sendiri dilakukan berdasarkan pengukuran terhadap keadaan nyata
yang lebih terbatas lingkupnya yang juga sering disebut “sample” dalam
penelitian kuantitatif. Jadi, yang diukur dalam penelitian sebenarnya ialah
bagian kecil dari populasi atau sering disebut “data”. Data ialah contoh nyata
dari kenyataan yang dapat diprediksikan ke tingkat realitas dengan menggunakan
metodologi kuantitatif tertentu. Penelitian kuantitatif mengadakan eksplorasi
lebih lanjut serta menemukan fakta dan menguji teori-teori yang timbul.
2.5.2
Asumsi Penelitian Kuantitatif
Penelitian
kuantitatif didasarkan pada asumsi sebagai berikut (Nana Sudjana dan Ibrahim,
2001; Del Siegle, 2005, dan Johnson, 2005).
·
Bahwa realitas yang menjadi sasaran penelitian berdimensi
tunggal, fragmental, dan cenderung bersifat tetap sehingga dapat
diprediksi.
·
Variabel dapat diidentifikasi dan diukur dengan alat-alat
yang objektif dan baku.
2.5.3
Karakeristik Penelitian Kuantitatif
Karakteristik
penelitian kuantitatif adalah sebagai berikut (Nana Sudjana dan Ibrahim, 2001 :
6-7; Suharsimi Arikunto, 2002 : 11; Johnson, 2005; dan Kasiram 2008: 149-150) :
·
Menggunakan pola berpikir deduktif (rasional empiris atau
topdown), yang berusaha memahami suatu fenomena dengan cara menggunakan
konsep-konsep yang umum untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang bersifat
khusus.
·
Logika yang dipakai adalah logika positivistik dan menghundari
halhal yang bersifat subjektif.
·
Proses penelitian mengikuti prosedur yang telah
direncanakan.
·
Tujuan dari penelitian kuantitatif adalah untuk menyususun
ilmu nomotetik yaitu ilmu yang berupaya membuat hokum-hukum dari
generalisasinya. Utu E
·
Subjek yang diteliti, data yang dikumpulkan, dan sumber data
yang dibutuhkan, serta alat pengumpul data yang dipakai sesuai dengan apa yang
telah direncanakan sebelumnya.
·
Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran dengan
menggunakan alat yang objektif dan baku.
·
Peneliti menempatkan diri secara terpisah dengan objek
penelitian, dalam arti dirinya tidak terlibat secara emosional dengan subjek
penelitian. h. Analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul.
·
Hasil penelitian berupa generalisasi dan prediksi, lepas
dari konteks waktu dan situasi.
2.5.4
Prosedur Penelitian Kuantitatif
Penelitian kuantitatif
pelaksanaannya berdasarkan prosedur yang telah direncanakan sebelumnya. Adapun
prosedur penelitian kuantitatif terdiri dari tahapan-tahapan kegiatan sebagai
berikut.
·
Identifikasi permasalahan
·
Studi literatur.
·
Pengembangan kerangka konsep
·
Identifikasi dan definisi variabel, hipotesis, dan
pertanyaan penelitian.
·
Pengembangan disain penelitian.
·
Teknik sampling.
·
Pengumpulan dan kuantifikasi data.
·
Analisis data.
·
Interpretasi dan komunikasi hasil penelitian.
2.5.5
Tipe-tipe Penelitian Kuantitatif
Dalam
melakukan penelitian, peneliti dapat menggunakan metoda dan rancangan (design)
tertentu dengan mempertimbangkan tujuan penelitian dan sifat masalah yang dihadapi.
Berdasarkan sifat-sifat permasalahannya, penelitian kuantitatif dapat dibedakan
menjadi beberapa tipe sebagai berikut (Suryabrata, 2000 : dan Sudarwan
Danim dan Darwis, 2003 : 69 – 78).
·
Penelitian deskriptif
·
Penelitian korelational
·
Penelitian kausal komparatif
·
Penelitian tindakan
·
Penelitian perkembangan
·
Penelitian eksperimen
2.5.6
Metode Penelitian Kuantitatif
Metode
yang dipergunakan dalam penelitian kuantitatif, khusunya kuantitatif analitik
adalah metode dedutif. Dalam metoda ini teori ilmiah yang telah diterima
kebenarannya dijadikan acuan dalam mencari kebenaran selanjutnya. Jujun S.
Suriasumantri dalam bukunya Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik
(2000: 6) menyatakan bahwa pada dasarnya metoda ilmiah merupakan cara ilmu
memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan :
·
Kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi
yang bersifat konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil
disusun;
·
Menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka
pemikiran tersebut; dan
·
Melakukan verifikasi terhadap hipotesis termaksud untuk
menguji kebenaran pernyataannya secara faktual.
Selanjutnya Jujun menyatakan bahwa
kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logico-hypothetico-verifikatif
ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut (Suriasumantri,
2005 : 127-128).
·
Perumusan masalah, yang merupakan pertanyaan mengenai objek
empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktorfaktor
yang terkait di dalamnya.
·
Penyusunan kerangka berpikir dalam penyusunan hipotesis yang
merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara
berbagai faktor yang saling mengait dan membentuk konstelasi permasalahan.
Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah
yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang
relevan dengan permasalahan.
·
Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau
dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan
dari dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
·
Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta
yang relevan dengan hipotesis, yang diajukan untuk memperlihatkan apakah
terdapat fakta-fakta yang mendukung hipoteisis tersebut atau tidak.
·
Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah
hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.
Langkah-langkah atau prosedur
penelitian tersebut kemudian oleh Jujun S. Suriasumantri divisualisasikan dalam
bentuk bagan sebagai berikut.
2.6
Perbedaan
Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif
Metode Kuantitatif menggunakan angka-angka dan data staistik, seperti:
experiments, correlational studies using surveys & standardized
observational protocols, simulations, supportive materials for case study. Yang
biasanya ditandai dengan: 1. Observe events, 2. Tabulate, 3. Summarize data, 4.
Analyze, 5. Draw conclusions. Sedangkan kualitatif menggunakan deskripsi dan
kategori dalam wujud kata-kata, seperti: open-ended interviews, naturalistic
observation (common in anthropology), document analysis, case studies/life
histories, descriptive dan self-reflective supplements to experiments serta
correlational studies.
Dengan
ciri-ciri umum:
1.
Observe events (ask questions
with open-ended answers)
2.
Record/log what is said and/or
done
3.
Interpret (personal reactions,
hypotheses, monitor methods)
4.
Return to observe
5.
Formal theorizing (speculations
and hypotheses)
6.
Draw conclusions
Tiga proses
yang dipakai
1.
Detail tapi open-ended interviews
2.
Observasi langsung
3.
Menulis dokumen (dengan kata
bukan angka)
Ditinjau dari
sisi kemudahan
a.
kuantitatif, cukup dengan
menggunakan software statistik tertentu lewat media komputer (meski harus tetap
mengetahui proses statistik).
b.
Kualitatif, menganalisis
konsep-konsep (bukan hanya satu prosedur)
c.
Kualitatif menggunakan banyak
buku sebagai sumber analisa.
d.
Kuantitatif, cukup dengan
mempelajari 2-3 artikel.
Sumber:
http://qualitativeresearch.ratcliffs.net
Perbedaan
Antara Penelitian Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif
Kebutuhan
pemahaman yang benar dalam menggunakan pendekatan, metode ataupun teknik untuk
melakukan penelitian merupakan hal yang penting agar dapat dicapai hasil yang
akurat dan sesuai dengan tujuan penelitian yang sudah ditentukan sebelumnya.
PErbedaan pendekatan kualitatif dan kuantitatif yaitu:
1. Konsep yang
berhubungan dengan pendekatan
Pendekatan
kualitatif menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu
(dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari. Pendekatan kualitatif, lebih lanjut, mementingkan pada
proses dibandingkan dengan hasil akhir; oleh karena itu urut-urutan kegiatan
dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang
ditemukan. Tujuan penelitian biasanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat
praktis.
Pendekatan
kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel sebagai obyek penelitian dan
variabel-variabel tersebut harus didefenisikan dalam bentuk operasionalisasi
variable masing-masing. Reliabilitas dan validitas merupakan syarat mutlak yang
harus dipenuhi dalam menggunakan pendekatan ini karena kedua elemen tersebut
akan menentukan kualitas hasil penelitian dan kemampuan replikasi serta
generalisasi penggunaan model penelitian sejenis. Selanjutnya, penelitian
kuantitatif memerlukan adanya hipotesa dan pengujiannya yang kemudian akan
menentukan tahapan-tahapan berikutnya, seperti penentuan teknik analisa dan formula
statistik yang akan digunakan. Juga, pendekatan ini lebih memberikan makna
dalam hubungannya dengan penafsiran angka statistik bukan makna secara
kebahasaan dan kulturalnya.
2. Dasar Teori
Jika kita
menggunakan pendekatan kualitatif, maka dasar teori sebagai pijakan ialah
adanya interaksi simbolik dari suatu gejala dengan gejala lain yang ditafsir
berdasarkan pada budaya yang bersangkutan dengan cara mencari makna semantis
universal dari gejala yang sedang diteliti. Pada mulanya teori-teori kualitatif
muncul dari penelitian-penelitian antropologi , etnologi, serta aliran
fenomenologi dan aliran idealisme. Karena teori-teori ini bersifat umum dan
terbuka maka ilmu social lainnya mengadopsi sebagai sarana penelitiannya.
Lain halnya
dengan pendekatan kuantitatif, pendekatan ini berpijak pada apa yang disebut
dengan fungsionalisme struktural, realisme, positivisme, behaviourisme dan
empirisme yang intinya menekankan pada hal-hal yang bersifat kongkrit, uji
empiris dan fakta-fakta yang nyata.
3. Tujuan
Tujuan utama
penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif ialah mengembangkan
pengertian, konsep-konsep, yang pada akhirnya menjadi teori, tahap ini dikenal
sebagai “grounded theory research”.
Sebaliknya
pendekatan kuantitatif bertujuan untuk menguji teori, membangun fakta,
menunjukkan hubungan antar variable, memberikan deskripsi statistik, menaksir
dan meramalkan hasilnya.
4. Desain
Melihat
sifatnya, pendekatan kualitatif desainnya bersifat umum, dan berubah-ubah /
berkembang sesuai dengan situasi di lapangan. Kesimpulannya, desain hanya
digunakan sebagai asumsi untuk melakukan penelitan, oleh karena itu desain
harus bersifat fleksibel dan terbuka.
Lain halnya
dengan desain penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif, desainnya
harus terstruktur, baku, formal dan dirancang sematang mungkin sebelumnya.
Desainnya bersifat spesifik dan detil karena desain merupakan suatu rancangan
penelitian yang akan dilaksanakan sebenarnya. Oleh karena itu, jika desainnya
salah, hasilnya akan menyesatkan. Contoh desain kuantitatif: ex post facto dan
desain experimental yang mencakup diantaranya one short case study, one group
pretest, posttest design, Solomon four group design dll.nya.
5. Data
Pada pendekatan
kualitatif, data bersifat deskriptif, maksudnya data dapat berupa gejala-gejala
yang dikategorikan ataupun dalam bentuk lainnya, seperti foto, dokumen, artefak
dan catatan-catatan lapangan pada jsaat penelitian dilakukan.
Sebaliknya
penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif datanya bersifat kuantitatif
/ angka-angka statistik ataupun koding-koding yang dapat dikuantifikasi. Data
tersebut berbentuk variable-variajbel dan operasionalisasinya dengan skala
ukuran tertentu, misalnya skala nominal, ordinal, interval dan ratio.
6. Sampel
Sampel kecil
merupakan ciri pendekatan kualitatif karena pada pendekatan kualitatif
penekanan pemilihan sample didasarkan pada kualitasnya bukan jumlahnya. Oleh
karena itu, ketepatan dalam memilih sample merupakan salah satu kunci
keberhasilan utama untuk menghasilkan penelitian yang baik. Sampel juga
dipandang sebagai sample teoritis dan tidak representatif
Sedang pada
pendekatan kuantitatif, jumlah sample besar, karena aturan statistik mengatakan
bahwa semakin sample besar akan semakin merepresentasikan kondisi riil. Karena
pada umumnya pendekatan kuantitatif membutuhkan sample yang besar, maka
stratafikasi sample diperlukan . Sampel biasanya diseleksi secara random. Dalam
melakukan penelitian, bila perlu diadakan kelompok pengontrol untuk pembanding
sample yang sedang diteliti. Ciri lain ialah penentuan jenis variable yang akan
diteliti, contoh, penentuan variable yang mana yang ditentukan sebagai variable
bebas, variable tergantung, varaibel moderat, variable antara, dan varaibel
kontrol. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat melakukan pengontrolan terhadap
variable pengganggu.
7. Teknik
Jika peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif, maka yang bersangkutan kan menggunakan
teknik observasi terlibat langsung atau riset partisipatori, seperti yang
dilakukan oleh para peneliti bidang antropologi dan etnologi sehingga peneliti
terlibat langsung atau berbaur dengan yang diteliti. Dalam praktiknya, peneliti
akan melakukan review terhadap berbagai dokumen, foto-foto dan artefak yang
ada. Interview yang digunakan ialah interview terbuka, terstruktur atau tidak
terstruktur dan tertutup terstruktur atau tidak terstruktur.
Jika pendekatan
kuantitatif digunakan maka teknik yang dipakai akan berbentuk observasi
terstruktur, survei dengan menggunakan kuesioner, eksperimen dan eksperimen
semu. Dalam mencari data, biasanya peneliti menggunakan kuesioner tertulis atau
dibacakan. Teknik mengacu pada tujuan penelitian dan jenis data yang diperlukan
apakah itu data primer atau sekunder.
8. Hubungan
dengan yang diteliti
Dalam
penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti tidak mengambil
jarak dengan yang diteliti. Hubungan yang dibangun didasarkan pada saling
kepercayaan. Dalam praktiknya, peneliti melakukan hubungan dengan yang diteliti
secara intensif. Apabila sample itu manusia, maka yang menjadi responden
diperlakukan sebagai partner bukan obyek penelitian.
Dalam
penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif peneliti mengambil jarak
dengan yang diteliti. Hubungan ini seperti hubungan antara subyek dan obyek.
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan tingkat objektivitas yang tinggi. Pada
umumnya penelitiannya berjangka waktu pendek.
9. Analisa Data
Analisa data
dalam penelitian kualitatif bersifat induktif dan berkelanjutan yang tujuan
akhirnya menghasilkan pengertian-pengertian, konsep-konsep dan pembangunan
suatu teori baru, contoh dari model analisa kualitatif ialah analisa domain,
analisa taksonomi, analisa komponensial, analisa tema kultural, dan analisa
komparasi konstan (grounded theory research).
Analisa dalam
penelitian kuantitatif bersifat deduktif, uji empiris teori yang dipakai dan
dilakukan setelah selesai pengumpulan data secara tuntas dengan menggunakan
sarana statistik, seperti korelasi, uji t, analisa varian dan covarian, analisa
faktor, regresi linear dll.nya.
2.7 Field Research
Field
research adalah bentuk penelitian yang bertujuan mengungkapkan makna yang
diberikan oleh anggota masyarakat pada perilakunya dan kenyataan sekitar.
Metode field research digunakan ketika metode survai ataupun eksperimen
dirasakan tidak praktis, atau ketika lapangan penelitian masih terbentang
dengan demikian luasnya. Field researchdapat pula diposisikan sebagai pembuka
jalan kepada metode survai dan eksperimen.
Neuman melukiskan langkah-langkah
field research sebagai berikut:
7. Peneliti mempersiapkan diri, membaca
literatur dan defocus.
8. Cari lapangan penelitian dan
dapatkan akses ke dalamnya.
9. Masuki lapangan penelitian,
kembangkan hubungan sosial dengan anggota komunitas.
10. Adopsi sebuah peran sosial ke dalam
diri, bergaul dengan anggota komunitas.
11. Lihat, dengar, kumpulkan data
kualitatif.
12. Mulai menganalisis data dan
mengevaluasi hipotesa kerja.
13. Fokus pada aspek spesifik dan
gunakan sampling teoritikal.
14. Gunakan wawancara lapangan dengan
anggota komunitas dan informan.
15. Putuskan hubungan dan tinggalkan
lapangan penelitian secara fisik.
16. Sempurnakan analisis dan tuliskan
laporan enelitian.
Metode
survai dan eksperimen yang sering diterapkan dalam penelitian kebudayaan dan
kemasyarakatan lainnya yang dapat dikontraskan dengan field research, seperti
yang digambarkan oleh Unaradjan. Survai meliputi pembatasan yang drastis,
ibarat melihat melalui teropong, tempat yang terlihat sangat terbatas. Dengan
demikian, apa yang hendak dipelajari harus sudah diketahui sebelumnya, gagasan
atau prakonsepsi yang tidak boleh ada di field research, dalam survai sangat
berperan.
Eksperimen,
merupakan pembatasan lebih lanjut lagi dari survai, dengan jumlah variabel
sangat sedikit serta dapat dikendalikan. Dalam penelitian berkaitan dengan
arsitektur, field research dipergunakan manakala subjek penelitian masih
membuka kemungkinan eksplorasi yang seluas-luasnya, topik penelitian merupakan
suatu hal baru yang jarang atau tidak pernah terbahas sebelumnya, sedemikian
hingga gambaran seutuhnya hanya dapat diperoleh dengan pendekatan pada real
groups untuk mencapai naturalness.
Sebagaimana
halnya penelitian kualitatif lainnya, field research meneliti permasalahan
dalam setting yang natural dalam upaya untuk memaknai, menginterpretasi
fenomena yang teramati (Groat & Wang, 2002). Sebagai contohnya, sebuah
penelitian yang dilakukan untuk mengungkapkan ruang dan persepsi akan ruang
dari sebuah komunitas sekte kepercayaan tertentu yang sangat tertutup, akan
menjadi fenomena menarik dalam masyarakat. Penelitian survai murni tidak akan
mampu menjelaskan fenomena ini, karena “peta” jalan yang harus dilalui belum
ada. Peta semacam itulah yang dapat diperoleh melalui field research.
Berdasarkan
keterangan di atas, menurut Groat & Wang (2002), ada 4 komponen kunci
berkaitan dengan field research sebagai bagian dari penelitian kualitatif:
a. Penekanan pada setting natural
Seting natural berarti subjek penelitian tidak berpindah
dari tempat asli kejadian. Peneliti menerapkan berbagai taktik untuk
menempatkan diri dalam konteks penelitiannya. Konteks tidak perlu berubah demi
pelaksanaan penelitian.
b. Fokus pada interpretasi dan makna
Peneliti tidak hanya mendasari penelitiannya pada realitas
empiris dari observasi dan wawancara yang dilakukannya, namun juga memainkan
peran penting dalam menginterpretasi dan memaknai data.
c. Fokus pada cara responden memaknai
keadaan dirinya
Tujuan dari peneliti adalah mempresentasikan gambaran
menyeluruh dari setting atau fenomena studi, sesuai dengan pemahaman dari
responden sendiri.
d. Penggunaan beragam taktik
Sebagai bagian dari pengamatan realitas yang cenderung cair,
field research tidak memiliki kecenderungan untuk hanya mengandalkan taktik
tunggal, melainkan beragam sebagai paduan dari berbagai taktik sesuai keadaan
lapangan.
Dalam
field research dikenal istilah verstehen, artinya melihat kenyataan melalui
pandangan subjek di lapangan. Demikianlah observasi dilakukan. Namun begitu,
analisisnya melibatkan diri peneliti sebagai instrumen penelitian. Dengan
demikian, field research menjadi semacam pertemuan budaya, culture encounter
antara budaya peneliti sendiri di satu pihak, budaya subjek penelitian di lain
pihak dan bahkan budaya dari pembaca hasil penelitian tersebut. Titik
permulaannya adalah saat di mana terjadi penyimpangan, atau dipersepsikannya
penyimpangan antara si peneliti dengan lingkungan, suatu pengamatan terhadap
budaya, kejadian, manusia dan nilai-nilainya yang asing dan tidak dapat
dimengerti serta dijelaskan menurut tradisi asli si peneliti. Hal ini dikenal
sebagai breakdown, yang timbulnya sangat tergantung pada tradisi si peneliti,
tradisi kelompok dan tradisi khalayak yang terlibat di dalamnya.
Breakdown
amat penting dan menentukan apakah field research yang dilakukan akan
menghasilkan penelitian yang berhasil ataukah tidak. Oleh sebab itu, salah satu
aspek penting dalam field research adalah si peneliti sebaiknya memiliki apa
yang oleh Neuman diistilahkan sebagai sikap keasingan. Peneliti sebaiknya
berasal dari kalangan yang sama sekali berbeda latar belakang dengan subjek
penelitian sehingga memiliki kemampuan untuk menyerap informasi yang terasa
asing dari lingkungan penelitian, serta menjadi peka akan detail yang sekecil
mungkin. Apabila peneliti memiliki latar belakang budaya yang relatif serupa,
maka kondisi breakdown tidak tercipta. Peneliti menjadi lebih mudah “dibutakan”
oleh aspek-aspek keseharian rutin yang menurutnya sudah biasa dan tidak perlu
tercatat sebagai informasi penting, padahal di mata peneliti yang awas hal itu
merupakan informasi yang sangat berharga.
Menurut
Neuman, pemilihan lokasi penelitian field research harus didasari tiga hal
yaitu:
1. kepantasan,
2. kekayaan informasi dan
3. keunikan.
Peneliti
dengan latar belakang yang terlalu dekat dengan subjek penelitian masih akan
dapat melihat kepantasan, namun akan lebih sulit memperoleh informasi yang kaya
serta merasakan keunikan.
Dengan
demikian, berdasarkan pembahasan di atas, secara umum karakteristik field
research dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Lingkup permasalahan belum tegas.
2. Variabel yang akan diteliti belum
terlalu dipahami.
3. Model teoritis tidak tegas.
4. Operasionalisasi tidak dilakukan.
5. Tidak terdapat pembakuan teknik
pengumpulan data.
6. Tidak ada analisis statistika dengan
rumus-rumus baku.
7. Dimulai dari breakdown.
8. Proses resolusi melalui verstehen.
Partisipasi aktif dari peneliti
dalam field research menuntut agar peneliti:
a. tinggal bersama kelompok masyarakat
yang diteliti,
b. mengunjungi kejadian dan menghadiri
pertemuan atau upacara,
c. mengembangkan dan memelihara
hubungan informal dengan anggota-anggota kelompok sosial, serta
d. menghabiskan sejumlah waktu yang
umumnya cukup panjang untuk kegiatan-kegiatan tersebut di atas.
Keempat
butir di atas, merupakan kekuatan dari field research di dalam memberikan
gambaran mengenai subjek penelitian. Namun demikian, tidak jarang
kelebihan-kelebihan tersebut, khususnya butir keempat menerbitkan problematika
tersendiri bagi peneliti.
Studi Lapangan ( Field Research ) adalah
pengumpulan data secara langsung ke lapangan dengan mempergunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut :
a. Observasi
Observasi
menurut Guba dan Lincoln, ada beberapa alasan mengapa dalam penelitian
kualitatif, observasi/pengamatan dimanfaatkan sebesar-besarnya: Teknik pengamatan ini didasarkan atas
pengalaman secara langsung. Tampaknya pengamatan langsung merupakan alat yang
ampuh untuk mengetes suatu kebenaran. Jika suatu data yang diperoleh kurang
meyakinkan, biasanya peneliti ingin menanyakannya kepada subyek, tetapi karena
ia hendak memperoleh keyakinan tentang keabsahan data tersebut, jalan yang
ditempuh adalah mengamati sendiri yang berarti mengalami langsung peristiwanya.
Teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian
mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan
sebenarnya. Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi
yang berkaitan dengan pengetahuan proposisional maupun pengetahuan yang
langsung diperoleh dari data. Sering terjadi ada keraguan pada peneliti,
jangan-jangan pada data yang dijaringnya ada yang “menceng” atau bias. Teknik
pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi yang rumit. Dalam
kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan,
pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat. (Guba dan Lincoln, 1981:
191-193).
Observasi, yaitu
: mengadakan pengamatan terhadap obyek yang diteliti.Observasi dilakukan untuk
memperoleh informasi tentang kelakuan manusia seperti terjadi dalam kenyataan.
Dengan observasi dapat kita peroleh gambaran yang lebih jelas tentang kehidupan
sosial, yang sukar diperoleh dengan metode lain. Observasi ini dilakukan oleh
peneliti yang bertindak sebagai orang luar atau pengamat, dengan tujuan untuk
lebih memahami dan mendalami masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan
sosial dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan proses penelitian.
b. Wawancara
Menurut Black
& Champion yaitu :
“Wawancara
adalah teknik penelitian yang paling sosiologis karena bentuknya yang berasal
dari interaksi verbal antara peneliti dan responden dan juga cara yang paling
baik untuk menentukan kenapa seseorang bertingkah laku, dengan menanyakan
secara langsung.” ( Black & Champion, 1992: 305 ). Wawancara, yaitu
mengadakan aktivitas tanya jawab secara langsung kepada responden.
c. Studi
Dokumentasi
Dokumentasi
Menurut McDonough dan Garrett yaitu :
“Dokumentasi
adalah merupakan sejumlah bahan bukti yang terekam/tercatat yang memperlihatkan
karakteristik-karakteristik dari sebagian atau semua dari suatu sistem
manajemen, termasuk di dalamnya : seluruh berkas bahan bukti tentang
pilihan-pilihan ataupun keputusan-keputusan yang pernah dibuat sebelumnya
selama pengkajian suatu sistem.”(maksudnya, pembinaan dan pengembangan sistem
informasi manajemen).(McDonough dan Garrett, 1992 : 2).
Dalam studi
dokumentasi dapat diartikan sebagai pencatatan atau perekaman suatu peristiwa/obyek yang dilanjutkan dengan
kegiatan penelusuran lebih lanjut serta pengolahan atasnya sehingga menjadi
sekumpulan/seberkas bahan bukti yang perlu dibuat dan ditampilkan kembali
bila diperlukan pada waktunya, ataupun sebagai pelengkap atas laporan yang
sedang disusunnya.
Ilmu dokumentasi
itu sendiri semula berasal dari ilmu perpustakaan, dan mungkin saja ia dapat
dipandang sebagai bagian dari ilmu
perpustakaan itu sendiri dalam artian yang luas. Banyak teknik yang digunakan
oleh para pustakawan dipandang esensial oleh para dokumentalis, walaupun pada
tahap perkembangan selanjutnya oleh para dokumentalis diberikan
penekanan-penekanan yang jauh berbeda dari yang semula. Yang telah menjadi pokok
argumentasinya adalah :para dokumentalis, terutama sekali. Tidak berkepentingan
atas penanganan buku-buku, pamflet, dan bahan sejenisnya sebagai unit-unit,
tetapi mereka lebih banyak berkepentingan atas penyusunan/pengolahan informasi
yang terkandung dalam dokumen-dokumen itu sendiri bersama-sama dengan data-data
dari sumber-sumber informasi lainnya untuk dijadikan suatu kumpulan
data/informasi yang baru.
DAFTAR
PUSTAKA
Muelder Eaton, M. 2010. Persoalan-Persoalan Dasar Estetika. Jakarta: Salemba. Humanika
Jacob, T. 1993. Manusia, Ilmu dan Teknologi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
http://intl.feedfury.com/content/19423839-hakikat-penelitian.html
http://makalahlaporanterbaru1.blogspot.co.id/2012/05/field-research-penelitian-lapangan.html
http://belajarpsikologi.com/metode-penelitian-kualitatif/
Metode Penelitian Arsitektur
Reviewed by Unknown
on
09.35
Rating:
Materi untuk Menpakai dalam Penelitian Ilmiahh
BalasHapusThanks
Deo
Terimakasih untuk informasi yang sangat penting ini.
BalasHapus