Soeharto dan Arsitektur Pada Masanya
Cerita Soeharto dengan arsitektur
mungkin tidak terlalu banyak, namun, tidak dapat dipungkiri bahwa gagasannya
seperti pembangunan Taman Mini Indonesia Indah, dengan penggunaan konsep
morfologi turut meramaikan perkembangan arsitektur di Indonesia.
Masa kepemimpinan Soeharto merupakan
masa dimana bangsa Indonesia sedang mencari jati dirinya. Dalam hal ini
Soeharto sangat mengedepankan budaya Asli Bangsa Indonesia sebagai identitas
dari arsitektur yang berkembang pada masa kepemimpinannya, misalkan pada TMII
terdapat sebuah komplek yang ditujukan untuk museum edukatif yang menonjolkan
kebudayaan asli Bangsa Indonesia dengan membangun anjungan-anjungan berbudaya
Indonesia.
Dibalik regionalisasi yang diusung
Soeharto, pembangunan ekonomi yang berdampak pada ketebukaannya terhadap
investor asing secara tidak langsung juga mempengaruhi perkembangan arsitektur
di Indonesia, dengan cara menanam modal di Indonesia, yaitu membangun
kantor-kantor yang bergaya International
Syle.
Arsitektur regionalism
Regionalisme
dalam arsitektur merupakan sutu gerakan dalam arsitektur yang menganjurkan
penampilan bangunan yang merupakan hasil senyawa dari internasionalisme dengan
pola cultural dan teknologi modern dengan akar, tata nilai dan nuansa tradisi
yang masih di anut oleh masyarakat setempat.
Karakteristik/
Ciri-ciri
Adapun ciri
– ciri daripada arsitektur regionalis adalah sebagai berikut :
§ Menggunakan
bahan bangunan local dengan teknologi modern
§ Tanggap
dalam mengatasi pada kondisi iklim setempat
§ Mengacu pada
tradisi, warisan sejarah serta makna ruang dan tempat
§ Mencari
makna dan substansi cultural, bukan gaya/ style sebagai produk akhir.
kemunculannya juga bukan merupakan
ledakan daripada sikap emosional sebagai respon dari ketidak berhasilan dari
arsitektur modern dalam memenuhi keinginan masing – masing individu di dunia,
akan tetapi lebih pada proses pencerahan dan evaluasi terhadap kesalahan –
kesalahan pada masa arsitektur modern.
·
Maksud dan Tujuan Regionalisme dalam Arsitektur
menurut Wiranto
Maksud dan
tujuan daripada regionalisme dalam arsitektur ini adalah untuk menciptakan
arsitektur yang kontekstual yang tanggap terhadap kondisi lokal. Setiap tempat
dan ruang tertentu memiliki potensi fisik, sosial, dan ekonomi dan secara
kultur memiliki batas – batas arsitektral maupun sejarah. Dengan demikian
arsitektur regionalis seperti halnya arsitektur tropis, senantiasa mengacu pada
tradisi, warisan sejarah serta makna ruang dan tempat.
·
Misi Regionalisme dalam Arsitektur
Regionalisme
dalam ini mempunyai suatu misi yakni mengembalikan benang merah, suatu
kesinambungan masa dahulu dengan masa sekarang dan masa sekarang dengan masa
yang akan datang melalui kekhasan budaya yang dimiliki serta untuk mengimbangi
dari kerusakan budaya akibat dari berbagai macam kekuatan sistem produksi baik
rasionalisme, birokrasi, pengembangan skala besar maupun internasional style (Andy
Siswanto,Ir., Msc. M. Arch dan Eko Budiharja, Prof. Ir., Msc., 1997, 130)
·
Sasaran Regionalisme dalam Arsitektur
Adapun
sasaran daripada Arsitektur Regionalis ini adalah Masayarakat, Para Aktor
Pembangun Arsitektur dan Perkotaan baik swasta maupun aparat birokrasi
pemerintah.
1. Sasaran bagi
Masyarakat yang akan membangun Kepada masyarakat di harapkan memiliki
sensifitas dalam membangun maupun menilai lingkungan di sekitarnya, yakni
dengan :
§ Penampilan
bangunan rumahnya sedikit banyak mencerminkan adanya regionalisme
§ Memberikan
penilaian positif dan mendukung bangunan yang terdapat paham regionalisme
Sasaran bagi Arsitek bangunan dan perkotaan
Sebesar apapun gerakan regionalisme
tetap saja, stake holder dalam hal ini pemerintah merupakan penentu kebijakan
tertinggi. oleh sebab itulah perlu usaha upaya guna menyamakan persepsi bersama
antara aktor pembangun swasta maupun birokrasi pemerintah sehingga tercipkan
suatu persamaan gerak dan pacuan dalam memboomingkan gagasan regionalisme ini.
Sasaran bagi Tim jati diri
Arsitektur Tim jati diri merupakan
tim yang memiliki kompetensi kerja dan wawasan yang cukup tinggi di harapkan
mampu memberikan arahan yang tepat dalam proses gerakan Arsitektur Regionalisme
ini
·
Arah Gerakan Regionalisme
Gerakan
Regionalisme secara pragmatis dapat disimpulkan bahwa gerakan ini mengarah pada
pemenuhan kepuasan dan ekspresi jati diri yang mengacu pada masa lalu, sekarang
dan masa yang akan datang. oleh sebab itu perlu ada definisi yang mengarahkan
ini sehingga memiliki batas kebijakan yang dapat dipertanggung jawabkan seperti
halnya idealisme yang telah dibangun.
1. Tidak
bertentangan dengan konsep pembangunan berkelanjutan
Gerakan Regionalisme ini di tujukan
selain berbicara pada tataran aspek konseptual yang berhubungan engan aspek
budaya setempat, desain bangunan, simbolisasi, ornamen, dsb juga berbicara pada
tataran upaya dan strategi guna membuat bangunan ini bertahan sepanjang kurun
waktu tertentu sehingga dapat menjadi contoh pada masa mendatang. Hal ini bisa
dilakukan dengan memilih bahan – bahan bangunan yang tanggap terhadap kondisi
iklim lokal daerah yang berbeda – beda antara satu dengan yang lain, pengatasan
desain bangunan dan teknologi yang di pakai serta kondisi kenyaman ruang dan
bangunan sehingga selain awet juga tidak terjadi disfungsi kegiatan di dalamnya
bahkan ditinggalkan oleh penghuninya.
2. Perangkai
budaya masa lalu, sekarang dan masa depan
Gerakan Regionalisme pada bangunan
ini merupakan supaya upaya bagaimana suatu bangunan dapat dimaknai bukan saat
dimana bangunan itu di buat/ kontemporer akan tetapi bagaimana bangunan itu dapat
dimaknai keberadaannya dan tetap kontekstual sampai kapanpun. bagaimana upaya
yang dilakukan? yakni dengan memasukkan unsur sejarah yang memberikan makna
monumental di dalamnya, dimana hal ini adalah unsur yang mampu membangkitkan
semangat serta kesadaran identitas daerahnya, dengan dipadukan dengan gaya
internasional dan teknologi modern yang mampu memberikan makna serta nilai –
nilai universal dan rasional, hal ini adalah unsur yang mampu memberikan gairah
kesepahaman universal dan persamaan budaya internasional.
3. Di tunjang
oleh kemakmuran masyarakat
Menurut Andy Siswanto, “dalam
melihat definisi dari kritikus Kenneth Frampton dalam jurnal Perspecta, Yale
University (20 -11-1982) mengandung pengertian bahwa Ekspresi rehioanlisme di
tunjang oleh taraf kemakmuran yang memadai atau dengan kata lain, di butuhkan
biaya yang tinggi karena di tunjang dengan tekanik yang modern”. Artinya bahwa
dalam membangun pola – pola gerakan regionalisme dalam bangunan ini mempunyai
konsekuensi pada besarnya anggaran yang di keluarkan guna memenuhi aspek –
aspek/ syarat – syarat yang harus di penuhi dalam membangun bangunan yang
memuat ciri – ciri regionalis ini seperti dalam pemilihan bahan bangunan,
teknik yang di pakai, desain bangunan yang tidak hanya asal – asalan, namun di
dasarkan pada sebuah sikap penuh idealisme serta dapat di pertanggung jawabkan.
·
Arah Gerakan Regionalisme di Indonesia
Kita bisa
melihat di sekeliling kita, bahwa bangunan yang kemudian di sebut sebagai
bangunan yang memuat aspek – aspek regionalisme adalah bangunan – bangunan
dengan bahan serta teknik modern yang beratapkan joglo atau limasan, jadi
seolah – seolah penggolongan bangunan ini hanya di dasarkan pada bentuk luar
bangunan serta ragam budaya tradisional yang di tawarkan dan telah dimilki oleh
masyarakat sebelumnya. Menurut Eko Budiharjo(1997), arus regionalisme di
Indonesia seolah masih tergantung pada vernakularisme. gerakan regionalisme di
Indonesia juga masih cenderung hanya meniru bentuk fisik, ragam dan gaya – gaya
tradisional yang sudah di miliki oleh masyarakat setempat.
2.1.2
Arsitektur post modern
Soeharto tidak pernah secara gambling
menyebutkan mengenai pendapatnya tentang arsitektur post-modern. Namun begitu,
arsitektur yang mengedepankan regionalisasi yang berkembang pada masanya adalah
salah satu karakter ekspresi dobrakan yang dilakukan arsitektur post-modern
kepada arsitektur modern. Berbeda dengan arsitektur modern yang kurang
berekspresi, Charles Jencks mengatakan bahwa arsitektur post-modern sadar bahwa
arsitektur adalah sebuah bahasa yang disampaikan lewat kode-kode yang dapat
diterima secara berbeda dalam budaya-budaya yang berbeda pula.
Charles Jencks berpendapat bahwa arsitektur
post-modern memiliki karakter yang bersifat (1) disharmony harmony, (2) pluralism,
(3) urbane urbanism, (4) anthropomorphism, (5) continuum between the past and present,
(6) return to painting, (7) ambiguity, (8) multivalence, (9) reinterpretation
of tradition, (10) new rethorical
figures, dan (11) return to an absent
centre39. Dari sebelas karakteristik tersebut, perlu
diperhatikan bahwa terdapat poin yang menyebutkan arsitektur post-modern
memiliki karakter akan eratnya hubungan masa lampau (continuum between the past and present dan reinterpretation of tradition), layaknya arsitektur yang berkembang
pada masa Soeharto yang mengedepankan tradisi bangsa Indonesia.
Post modern adalah
istilah-istilah yang populer dari kalangan gedongan dan para elit yang dikenal
sebagai intelektual yang trendi. Istilah Post Modern sendiri lahir dan
dipopulerkan oleh kritis sejarah arsitektur, Charles Jencks dalam sebuah
seminar di Universitas Eidhoven tahun 1978 gagasan ini menjadi tema pembicaraan
arsitektur dalam Bienal di Venesia tahun 1980. Publikasi Jencks dalam kawasan
berbahasa Inggris, Heinrich Klotz dalam bahasa Jerman, dan Paulo Porthogesi
dalam bahasa Italia, yang kesemuanya dikenal sebagai sejarawan abad ke-20 yang
membuat istilah Post Modern menjadi populer. Pada umumnya, pengertiannya
dikaitkan dengan reaksi penyempurnaan atau revisi terhadap gerakan modernisasi
dalam arsitektur dan seni di Eropa Barat dan di Ameika Serikat. Post modern
menunjukkan apa yang telah kita tinggalkan dan melalui tapi belum menerangkan
dimana kita akan tiba. Jadi arsitektur post modern belum sampai pada tujuannya
yang baru tetapi juga belum melepaskan semua makna modernya. Post modern juga
bisa dimengerti sebagai filsafat, pola berpikir, pokok berpikir, dasar
berpikir, ide, gagasan dan teori. Masing-masing menggelarkan pengertian
tersendiri tentang dan mengenai post modern, dan karena itu tidaklah
mengherankan bila ada yang mengatakan bahwa post modern itu berarti “sehabis
moder” (modern sudah usai), “setelah modern” (modern masih berlanjut tetapi
sudah tidak lagi popuer dan dominan), atau ada yang mengartikan sebagai
“kelanjutan modern” (modern masih berlangsung terus tetapi dengan melakukan
penyesuaian atau adaptasi dengan perkembangan dan pembaharuan yang terjadi di
masa kini). Di dalam dunia arsitektur, post modern menunjukkan pada sesuatu
proses atau kegiatan dan dapat dianggap sebagai sebuah langganan yakni langgam
post modern.
·
Latar Belakang Post Modern
Pemunculan post modern
tidak bisa dipisahkan dari aspek yang berlaku sebelumnya yakni arsitektur
modern. Arsitektur modern yang sudah berjalan selama lebih kurang setengah abad
mulai mencapai titik kejenuhan. Konsep-konsep yang terlalu logis dan rasional
serta kurangnya memperhatikan nilai-nilai sosial, lingkungan dan emosi yang ada
dalam masyarakat mendapat berbagai kritik dan tanggapan artinya arsitektur
modern lebih cenderung untuk memperhatikan bagaimana caranya manusia harus
hidup dan kurangnya perhatian terhadap kehidupan manusia yang sebenarnya
(bersifat sepihak). Karya-karyanya pun sangat kaku, membosankan dan tidak
memiliki identitas, karena mempunyai langgam yang sama pada hampir semua jenis
bangunan di berbagai tempat.
Kelompok arsitek baru
kemudian bertekad untuk menetapkan suatu dasar filsafat dan format baru yang
lebih luas bagi desain. Dalam usahanya untuk suatu perbendaharaan arsitektur
yang baru, maka para arsitek yang baru ini berpaling pada sumber-sumber yang
beragam sifatnya dahulu dihindari, seperti Rennisance-Itali, Barok-Jerman, Las
Vegas dan lainnya.
Pada tanggal 15 Juli
1972, blok-blok perumahan di Pruitt Igoe dan peninggalan arsitektur modern
diruntuhkan. Ada yang menganggap tanggal tersebut resmi sebagai matinya
arsitektur modern.
Dalam beberapa waktu,
perdebatan para kalangan arsitek telah disadari oleh masyarakat sehingga para
arsitek baru mulai mencoba mengadakan komunikasi di antara bangunan, masyarakat
dan lingkungan. Kemudian kelompok baru mulai mengemukakan
pandangan-pandangannya yakni sadar berpilih-pilih tentang tata hubung antara
bentuk dan isi dan sangat peka terhadap preseden sejarah dan kebudayaan.
Kelompok ini kemudian
menyebutkan dirinya sebagai arsitek “post modern” atau dalam bahasa Indonesia
diartikan sebagai “pasca modern” yang mulai menonjolkan karya nyatanya pada
tahun 1966-an. Sebenarnya gejala pasca modern ini sudah ditunjukkan pada
pertengahan 1950-an yaitu pada karya Le Corbusier sebuah Gereja di Ronchamp
yang sangat menyimpang dari gaya internasional. Pasca modern dimulai akhir
1950-an secara sedikit demi sedikit, baik secara terang-terangan maupun
tersamar. Bermula dari penggunaan bentuk-bentuk lama, elemen-elemen
tradisional, historis dipadu dengan penyederhanaan elemen-elemen modern.
Komposisi unsur-unsur bangunan menyampaikan makna tertentu yang dapat dibaca.
Demikian percobaan-percobaan dilakukan terus menerus dan diharapkan ada suatu
timbal balik dari arsitek, pemakai masyarakat awam, dan lingkungan alam.
·
Ciri-ciri dan Pokok Post Modern
Post
modern ditandai dengan timbulnya kembali bentuk-bentuk klasik, mengolah
bangunan tradisi (vernakular) dan memperbaiki fungsinya. Ciri-ciri dari post
modern ini antara lain:
· Aspek penyatuan dengan
lingkungan dan sejarah, juga menyesuaikan dengan situasi sekitar
· Unsur-unsur yang
dimasukkan tidak hanya berfungsi semata tetapi juga sebagai elemen penghias
· Pemakaian elemen
geometris, sederhana terlihat sebagai suatu bentuk yang tidak fungsional,
tetapi ditonjolkan sebagai unsur penambah keselarasan dalam komposisi ataupun
dekor.
· Warnanya cenderung
menor dan erotik, yang didominasi bukan oleh warna dasar tetapi oleh warna
campuran yang banyak dipengaruhi pastel, kuning, merah dan biru ungu.
· Mengandalkan komposisi
hibrid yang menghalalkan orang untuk mengambil elemen-elemen yang pernah ada
untuk dimodifikasi sebagai kaya college/pastich.
CIRI-CIRI ARSITEKTUR PADA MASA ORDE BARU
Mulai
memunculkan unsur arsitektur tradisional di masing-masing daerah.
a.
Ornamen Ragam Hias
Betawi
Pembahasan ornamen Betawi ini dikarenakan ornamen Betawi akan menjadi
konsep dasar perancangan Masjid Raya Jakarta seperti tampilan luar bangunan,
tampilan dalam bangunan, bentukan massa bangunan, tata massa bangunan. Ornamen–
ornamen Betawi tersebut sebagai berikut:
·
Swastika
Ragam hias banjil
ini berasal dari Cina yang berasal dari kata ban yang artinya sepuluh dan dzi
yang artinya beribu. Makna rumah yang dihiasi dengan ragam hias banjil
diharapkan mendapat rezeki atau kebahagiaan yang banyak. Ragam hias banjil bisa
juga diartikan matahari yang bermakna keceriaan dan semangat hidup.
·
Tumpal atau Langkan
·
Tapak Dara
Masyarakat Betawi dari dulu dikenal dekat dengan alam.
Bunga tapak dara memiliki khasiat untuk mengobati berbagai macam penyakit
seperti bisul, batu ginjal, anemia, diabetes, dan leukemia sehingga bunga tapak
dara itu begitu dekat dengan masyarakat Betawi dan dijadikan sebagai ragam
hias.
·
Bunga Delima
Bunga delima
memiliki banyak khasiat antar lain dapat mengobati cacingan, wasir, kembung,
rematik sehingga begitu dekat dengan masyarakat Betawi dan dijadikan ragam hias
rumah Betawi.
·
Pucuk Rebung
Pucuk rebung ini
merupakan pengaruh dari kebudayaan Melayu dan kemudian diadopsi menjadi
kebudayaan Betawi. Ragam hias pucuk rebung ini terdapat di daerah berbudaya
Melayu seperti Riau, Palembang, Malaysia. Pucuk rebung ini menyerupai bentuk
gigi balang yang ada di lisplang sepanjang atap rumah.
·
Flora dan Fauna
Ragam hias flora
dan fauna banyak menghiasi rumah Betawi, terutama di tiang utama dan dinding.
Beberapa ragam
hias flora yang banyak digunakan pada rumah Betawi beserta maknanya:
-
Bunga Mawar (kebesaran)
-
Bunga Melati (kesucian)
-
Bunga Cempaka (keanggunan)
-
Bunga kenanga (keharuman)
-
Bunga Sedap Malam (semerbak)
Beberapa ragam
hias fauna pada rumah Betawi beserta maknanya:
-
Buaya (kesetiaan)
-
Burung Gagak (unsur magis)
-
Burung Merak (kemegahan)
-
Kuda (Kuat dan Gagah)
-
Rusa (Lincah)
Ornamen Betawi merupakan bagian yang paling kuat dan menonjol. Ornamen
Betawi yang banyak dikenal oleh masyarakat Betawi adalah ornamen gigi balang
yang terletak di lisplang atap, dikarenakan ornamen ini juga banyak dikenal
melalui sering diterapkannya pada bangunan fasilitas umum antara lain sekolah
ataupun kantor pemerintahan di Jakarta. Bentuk ornamen Betawi berasal dari
tanaman dikarenakan masyarakat Betawi dekat dengan alam. Masyarakat Betawi
merupakan masyarakat yang taat akan agama yang dianutnya (Islam), hal ini dapat
terlihat pada bangunan Betawi yang memiliki warna hijau dan kuning yang
mencirikan pemiliki rumah yang taat pada agama (Swadarma, 2013).
b.
Ornamen dan ragam
Hias Yogyakarta (Batik Truntum)
Batik Truntum Sogan adalah ciptaan
Permaisuri dari Sri Sultan Hamengku Buwono II, karena ditinggal sang raja cukup
lama, beliau merasa kesepian. Sampai pada saat malam hari, ketika beliau
memandang bintang bertaburan di langit, perasaan rindu dan galau memunculkan
emosi dan dieskpresikan pada sehelai kain dengan pola seperti bintang. Batik
ini adalah buatan tangan yang diproses dengan canting cap.
2.1.2
Penggunaan
international style sebagai
wujud dari gaya arsitektur Bangunan modern
International
style yang dimaksud yaitu karya arsitektur pasca kemeerdekaan pada masa
pemerintahan soeharto sudah mengikuti tren arsitektur yang diterapkan di Negara-negara
barat yang tentunya sudah lebih maju dalam bidang pembangunan. Dengan mengikuti
international style ini, secara tidak langsung pembangunan di Indonesia saat
itu sudah mengikuti tren pembangunan bangunan modern baik itu dari segi pemanfaatan
material, fasad maupun konstruksi.
2.1.3
Ada
beberapa bangunan yang tidak proporsional antara ide dan fisiknya karena ingin
menggabungkan unsur budaya dan modern
Untuk mencari bentuk yang
indah dan sesuai dengan kaidah-kaidah arsitektur hendaknya membuat sesuatunya
haruslah berdasarkan proporsi. Jika proporsi tidak pas maka bangunan tersebut
akan terlihat tidak seimbang antara elemen-elemen bangunan lainnya maupun
dengan skala manusia. Namun karena ingin membuat suatu inovasi yang sesuai
dengan ide dan maknanya, maka gaya arsitekturnya sendiripun sedikit berubah
dimana makna lebih tinggi kedudukannya daripada bentuk suatu bangunan maupun
elemen bangunan.
ARSITEKTUR MASJID DI INDONESIA
Masjid
atau mesjid adalah rumah tempat
ibadah umat Muslim.
Masjid artinya tempat sujud, dan mesjid berukuran kecil juga disebut musholla,
langgar
atau surau.
Selain tempat ibadah masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim.
Kegiatan - kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan
belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam,
masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga
kemiliteran. Berikut merupakan paparan
lebih lanjut mengenai arsitektur masjid ditinjau dari beberapa aspek :
2.3.1
Bentuk
Seiring
dengan berkembangnya jaman, bentuk
masjid telah diubah di beberapa bagian negara Islam di dunia. Gaya masjid
terkenal yang sering dipakai adalah bentuk masjid Abbasi, bentuk T, dan bentuk
kubah pusat di Anatolia.
Negara-negara yang kaya akan minyak biasanya membangun masjid yang megah dengan
biaya yang besar dan pembangunannya dipimpin oleh arsitek non-Muslim yang
dibantu oleh arsitek
Muslim.
Arab-plan
atau hypostyle adalah bentuk-bentuk awal masjid yang sering dipakai dan
dipelopori oleh Bani
Umayyah. Masjid ini berbentuk persegi
ataupun persegi panjang yang dibangun pada sebuah dataran dengan halaman yang
tertutup dan tempat ibadah di dalam. Halaman di masjid sering digunakan untuk
menampung jamaah pada hari Jumat.
Beberapa masjid berbentuk hypostyle ayau masjid yang berukuran besar,
biasanya mempunyai atap datar diatasnya, dan digunakan untuk penopang
tiang-tiang.Contoh masjid yang menggunakan bentuk hypostyle adalah
Masjid Kordoba, di Kordoba,
yang dibangun dengan 850 tiang.
Beberapa masjid bergaya hypostyle
memiliki atap melengkung yang memberikan keteduhan bagi jamaah di masjid.
Masjid bergaya arab-plan mulai dibangun pada masa Abbasiyah
dan Umayyah,
tapi masjid bergaya arab-plan tidak terlalu disenangi.
Kesultanan Utsmaniyah
kemudian memperkenalkan bentuk masjid dengan kubah di tengah pada abad ke-15
dan memiliki kubah yang besar, dimana kubah ini melingkupi sebagian besar area
salat. Beberapa kubah kecil juga ditambahkan di area luar tempat ibadah. Gaya
ini sangat dipengaruhi oleh bangunan-bangunan dari Bizantium
yang menggunakan kubah besar.Masjid gaya Iwan juga dikenal dengan bagian
masjid yang dikubah. Gaya ini diambil dari arsitektur Iran pra-Islam.
2.3.2
Menara
Bentuk
umum dari sebuah masjid adalah keberadaan menara. Menara asal katanya dari
bahasa Arab "nar" yang artinya "api"( api di atas
menara/lampu) yang terlihat dari kejauhan. Menara di masjid biasanya tinggi dan
berada di bagian pojok dari kompleks masjid. Menara masjid tertinggi di dunia
berada di Masjid
Hassan II, Casablanca,
Maroko.
Masjid-masjid pada zaman Nabi
Muhammad tidak memiliki menara, dan hal ini mulai diterapkan oleh pengikut
ajaran Wahabiyyah,
yang melarang pembangunan menara dan menganggap menara tidak penting dalam
kompleks masjid. Menara pertama kali dibangun di Basra
pada tahun 665
sewaktu pemerintahan khalifah
Bani Umayyah,
Muawiyah I,
yang mendukung pembangunan menara masjid untuk menyaingi menara-menara lonceng
pada gereja.
Menara bertujuan sebagai tempat muazin
mengumandangkan azan.
Kubah
Kubah juga merupakan
salah satu ciri khas dari sebuah masjid. Seiring waktu, kubah diperluas menjadi
sama luas dengan tempat ibadah di bawahnya. Walaupun kebanyakan kubah memakai
bentuk setengah bulat, masjid-masjid di daerah India dan Pakistan
memakai kubah berbentuk bawang
Tempat ibadah
Tempat ibadah atau ruang
salat, tidak diberikan meja, atau kursi, sehingga memungkinkan para jamaah
untuk mengisi shaf atau barisan-barisan yang ada di dalam ruang salat.
Bagian ruang salat biasanya diberi kaligrafi dari potongan ayat Al-Qur'an untuk
memperlihatkan keindahan agama Islam serta Al-Qur'an. Ruang salat mengarah ke
arah Ka'bah,
sebagai kiblat umat Islam. Di masjid juga terdapat mihrab dan mimbar. Mihrab adalah
tempat imam memimpin salat, sedangkan mimbar adalah
tempat khatib menyampaikan khutbah.
Tempat bersuci
Dalam komplek masjid, di
dekat ruang salat, tersedia ruang untuk menyucikan diri, atau biasa disebut
tempat wudhu. Di beberapa masjid kecil, kamar mandi digunakan sebagai tempat
untuk berwudhu. Sedangkan di masjid tradisional, tempat wudhu biasanya sedikit
terpisah dari bangunan masjid.
Fasilitas lain
Masjid modern sebagai
pusat kegiatan umat Islam, juga menyediakan fasilitas seperti klinik, perpustakaan,
dan tempat berolahraga.
ELEMEN
HIAS PADA MASJID
Elemen hias merupakan salah satu faktor penunjang estetika.
Bila dikaji secara etimologi, elemen berarti unsur; bagian (yang penting, yang
dibutuhkan) dari keseluruhan yang lebih besar (Tim Penyusun Kamus Pusat
Pembinaan dan Pengem-bangan Bahasa, 1990:224). Dalam desain interior, elemen
merupakan unsur-unsur yang membentuk ruang yaitu unsur geometris berupa titik,
garis, bidang dan volume (Ching, 1996:11). Sedangkan menurut Rochym (1983:151)
unsur-unsur tersebut terdiri dari bentuk, bidang, garis, ritme dan warna yang
mem-bentuk satu kesatuan. Kata hias berhubungan dengan hiasan, maksudnya adalah
barang apa yang dipakai untuk menghiasi sesuatu (Tim Penyusun Kamus Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990:305).
Elemen hias dapat diartikan sebagai bagian yang dipakai
sebagai hiasan. Dalam desain interior, setiap bagian yang membentuk
ruang bisa menjadi hiasan. Misalnya motif pada dinding, pintu, jendela, lantai,
langit-langit, perabot, seni ukir dan sebagainya. Seperti yang dijelaskan oleh
Rochym (1983:150) bahwa unsur-unsur tersebut adalah detail-detail yang apabila
dilihat satu per satu mungkin tiada artinya, tetapi bila dilihat secara
keseluruhan sebagai gabungan yang tak terpisahkan akan muncul sebagai apa yang
dinamakan estetika.
Elemen hias Islam lebih mengacu pada wujud atau jenis motif
yang dipilih untuk diterapkan dalam interior bangunan khususnya masjid, sebagai
sentuhan akhir yang menunjang estetika dan tentunya berdasarkan aturan-aturan
Islam. Apa saja dan bagaimana wujud elemen hias Islam, bisa kita tinjau
berdasarkan elemen hias masjid-masjid terdahulu terutama yang ada di daerah
tempat berkembangnya arsitektur Islam dan kemudian menjadi corak yang simbolis
bagi arsitektur Islam. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rochym (1983:153-154),
elemen hias masjid tumbuh dari seni hias negara-negara tempat berkembangnya arsitektur
Islam seperti Siria, Mesir, Iran, dan negara-negara Afrika Utara serta Asia
Kecil. Mereka mempunyai kecakapan dalam bidang seni rupa. Seni hias itu
diterapkan pada setiap sudut rumah atau istana, misalnya pada mebel, alat-alat
rumah tangga (jambangan, alat rias dan lampu), maupun hiasan ruangan (permadani
dan bantal-bantal). Kekayaan seni budaya tradisional negara-negara tersebut
akhirnya menjadi dasar bagi seni hias di jaman setelah datangnya agama Islam.
Rochym menceritakan bahwa pada masjid, tiang-tiang
kayu ditatah hampir penuh ukiran, terutama bagian mimbar dan celah sambungan
lengkung kubah yang merupakan kerawang tempat masuknya cahaya ke dalam ruangan.
Penampilan kontur yang tercipta dari lengkungan-lengkungan yang ditimbulkan
oleh bentuk kubah menimbulkan kesan dekoratif. Bagian lain yang mendukung
terbentuknya ungkapan elemen hias masjid antara lain gabungan dari
bagian-bagian seperti pintu dan jendela, seni miniatur khas Islam, serta
ornamen sehingga membentuk kesatuan yang utuh. Menurut pengertian seni, hal
tersebut merupakan elemen utama dalam estetika. Unsur yang akan dibahas
sehubungan dengan elemen hias Islam adalah motif yang biasa digunakan dalam
interior masjid. Motif pada umumnya harus mengalami perubahan bentuk, sehingga
memperoleh bentuk baru yang cocok atau sesuai untuk mengisi bidang hias.
Pengubahan ini disebut stilasi, keindahan alami diubah menjadi keindahan
ornamental. Sumbernya bisa diambil dari tumbuhan, hewan, lambang ataupun
bentuk-bentuk geometris, dan sebagainya (Dalidjo, 1982:2). Namun dalam Islam,
ada larangan visualisasi hewan dan manusia, sehingga muncul pola-pola yang kemudian menjadi ciri
khas arsitektur Islam dan merupakan jalan keluar dari adanya larangan tersebut.
Motif yang biasa digunakan dalam seni
hias ornamentik bangsa Arab merupakan bentuk stilasi dari tumbuh-tumbuhan yang
dibuat melingkar-lingkar dan meliuk-liuk mengikuti pola ornamen. Pola tersebut
kemudian dikenal dengan nama hiasan Arabesk (Rochym, 1983:155). Ada pula
seni hias geometris yang memberikan nilai seni tinggi pada bangunan Islam
(Irwin, 1994:198). Geometri dalam desain arsitektur/interior berhubungan dengan
properti tentang garis, permukaan dan bentuk yang diatur dalam ruang (Frishman
et all, 1994:55). Penerapan geometri dalam elemen hias masjid antara lain
berwujud dua dimensi yang berupa patra pada dinding dengan berbagai pola. Pola
segi delapan (octagon) dan bentuk bintang (star shapes) biasa
digunakan pada abad awal Islam. Kemudian muncul penggunaan bentuk dasar
lingkaran yang dibagi menjadi delapan sudut, bentuk ini sebanding dengan bila
kita memutar 45º salah satu dari dua bujursangkar serupa yang berseberangan.
Hingga saat ini, bentuk-bentuk geometris tersebut mengalami modifikasi sebagai
hasil kreatifitas para desainer.
Soeharto dan Arsitektur Pada Masanya
Reviewed by Unknown
on
09.18
Rating:
Tidak ada komentar: