Soeharto dan Arsitektur Pada Masanya




Cerita Soeharto dengan arsitektur mungkin tidak terlalu banyak, namun, tidak dapat dipungkiri bahwa gagasannya seperti pembangunan Taman Mini Indonesia Indah, dengan penggunaan konsep morfologi turut meramaikan perkembangan arsitektur di Indonesia.
Masa kepemimpinan Soeharto merupakan masa dimana bangsa Indonesia sedang mencari jati dirinya. Dalam hal ini Soeharto sangat mengedepankan budaya Asli Bangsa Indonesia sebagai identitas dari arsitektur yang berkembang pada masa kepemimpinannya, misalkan pada TMII terdapat sebuah komplek yang ditujukan untuk museum edukatif yang menonjolkan kebudayaan asli Bangsa Indonesia dengan membangun anjungan-anjungan berbudaya Indonesia.

Dibalik regionalisasi yang diusung Soeharto, pembangunan ekonomi yang berdampak pada ketebukaannya terhadap investor asing secara tidak langsung juga mempengaruhi perkembangan arsitektur di Indonesia, dengan cara menanam modal di Indonesia, yaitu membangun kantor-kantor yang bergaya International Syle.


       Arsitektur regionalism
Regionalisme dalam arsitektur merupakan sutu gerakan dalam arsitektur yang menganjurkan penampilan bangunan yang merupakan hasil senyawa dari internasionalisme dengan pola cultural dan teknologi modern dengan akar, tata nilai dan nuansa tradisi yang masih di anut oleh masyarakat setempat.

Karakteristik/ Ciri-ciri
Adapun ciri – ciri daripada arsitektur regionalis adalah sebagai berikut :
§  Menggunakan bahan bangunan local dengan teknologi modern
§  Tanggap dalam mengatasi pada kondisi iklim setempat
§  Mengacu pada tradisi, warisan sejarah serta makna ruang dan tempat
§  Mencari makna dan substansi cultural, bukan gaya/ style sebagai produk akhir.
kemunculannya juga bukan merupakan ledakan daripada sikap emosional sebagai respon dari ketidak berhasilan dari arsitektur modern dalam memenuhi keinginan masing – masing individu di dunia, akan tetapi lebih pada proses pencerahan dan evaluasi terhadap kesalahan – kesalahan pada masa arsitektur modern.
·         Maksud dan Tujuan Regionalisme dalam Arsitektur menurut Wiranto
Maksud dan tujuan daripada regionalisme dalam arsitektur ini adalah untuk menciptakan arsitektur yang kontekstual yang tanggap terhadap kondisi lokal. Setiap tempat dan ruang tertentu memiliki potensi fisik, sosial, dan ekonomi dan secara kultur memiliki batas – batas arsitektral maupun sejarah. Dengan demikian arsitektur regionalis seperti halnya arsitektur tropis, senantiasa mengacu pada tradisi, warisan sejarah serta makna ruang dan tempat.

·         Misi Regionalisme dalam Arsitektur
Regionalisme dalam ini mempunyai suatu misi yakni mengembalikan benang merah, suatu kesinambungan masa dahulu dengan masa sekarang dan masa sekarang dengan masa yang akan datang melalui kekhasan budaya yang dimiliki serta untuk mengimbangi dari kerusakan budaya akibat dari berbagai macam kekuatan sistem produksi baik rasionalisme, birokrasi, pengembangan skala besar maupun internasional style (Andy Siswanto,Ir., Msc. M. Arch dan Eko Budiharja, Prof. Ir., Msc., 1997, 130)
·         Sasaran Regionalisme dalam Arsitektur
Adapun sasaran daripada Arsitektur Regionalis ini adalah Masayarakat, Para Aktor Pembangun Arsitektur dan Perkotaan baik swasta maupun aparat birokrasi pemerintah.
1.      Sasaran bagi Masyarakat yang akan membangun Kepada masyarakat di harapkan memiliki sensifitas dalam membangun maupun menilai lingkungan di sekitarnya, yakni dengan :
§  Penampilan bangunan rumahnya sedikit banyak mencerminkan adanya regionalisme
§  Memberikan penilaian positif dan mendukung bangunan yang terdapat paham regionalisme
    Sasaran bagi Arsitek bangunan dan perkotaan
Sebesar apapun gerakan regionalisme tetap saja, stake holder dalam hal ini pemerintah merupakan penentu kebijakan tertinggi. oleh sebab itulah perlu usaha upaya guna menyamakan persepsi bersama antara aktor pembangun swasta maupun birokrasi pemerintah sehingga tercipkan suatu persamaan gerak dan pacuan dalam memboomingkan gagasan regionalisme ini.
    Sasaran bagi Tim jati diri
Arsitektur Tim jati diri merupakan tim yang memiliki kompetensi kerja dan wawasan yang cukup tinggi di harapkan mampu memberikan arahan yang tepat dalam proses gerakan Arsitektur Regionalisme ini
·         Arah Gerakan Regionalisme
Gerakan Regionalisme secara pragmatis dapat disimpulkan bahwa gerakan ini mengarah pada pemenuhan kepuasan dan ekspresi jati diri yang mengacu pada masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang. oleh sebab itu perlu ada definisi yang mengarahkan ini sehingga memiliki batas kebijakan yang dapat dipertanggung jawabkan seperti halnya idealisme yang telah dibangun.

1.      Tidak bertentangan dengan konsep pembangunan berkelanjutan
Gerakan Regionalisme ini di tujukan selain berbicara pada tataran aspek konseptual yang berhubungan engan aspek budaya setempat, desain bangunan, simbolisasi, ornamen, dsb juga berbicara pada tataran upaya dan strategi guna membuat bangunan ini bertahan sepanjang kurun waktu tertentu sehingga dapat menjadi contoh pada masa mendatang. Hal ini bisa dilakukan dengan memilih bahan – bahan bangunan yang tanggap terhadap kondisi iklim lokal daerah yang berbeda – beda antara satu dengan yang lain, pengatasan desain bangunan dan teknologi yang di pakai serta kondisi kenyaman ruang dan bangunan sehingga selain awet juga tidak terjadi disfungsi kegiatan di dalamnya bahkan ditinggalkan oleh penghuninya.
2.      Perangkai budaya masa lalu, sekarang dan masa depan
Gerakan Regionalisme pada bangunan ini merupakan supaya upaya bagaimana suatu bangunan dapat dimaknai bukan saat dimana bangunan itu di buat/ kontemporer akan tetapi bagaimana bangunan itu dapat dimaknai keberadaannya dan tetap kontekstual sampai kapanpun. bagaimana upaya yang dilakukan? yakni dengan memasukkan unsur sejarah yang memberikan makna monumental di dalamnya, dimana hal ini adalah unsur yang mampu membangkitkan semangat serta kesadaran identitas daerahnya, dengan dipadukan dengan gaya internasional dan teknologi modern yang mampu memberikan makna serta nilai – nilai universal dan rasional, hal ini adalah unsur yang mampu memberikan gairah kesepahaman universal dan persamaan budaya internasional.
3.      Di tunjang oleh kemakmuran masyarakat
Menurut Andy Siswanto, “dalam melihat definisi dari kritikus Kenneth Frampton dalam jurnal Perspecta, Yale University (20 -11-1982) mengandung pengertian bahwa Ekspresi rehioanlisme di tunjang oleh taraf kemakmuran yang memadai atau dengan kata lain, di butuhkan biaya yang tinggi karena di tunjang dengan tekanik yang modern”. Artinya bahwa dalam membangun pola – pola gerakan regionalisme dalam bangunan ini mempunyai konsekuensi pada besarnya anggaran yang di keluarkan guna memenuhi aspek – aspek/ syarat – syarat yang harus di penuhi dalam membangun bangunan yang memuat ciri – ciri regionalis ini seperti dalam pemilihan bahan bangunan, teknik yang di pakai, desain bangunan yang tidak hanya asal – asalan, namun di dasarkan pada sebuah sikap penuh idealisme serta dapat di pertanggung jawabkan.
·         Arah Gerakan Regionalisme di Indonesia
Kita bisa melihat di sekeliling kita, bahwa bangunan yang kemudian di sebut sebagai bangunan yang memuat aspek – aspek regionalisme adalah bangunan – bangunan dengan bahan serta teknik modern yang beratapkan joglo atau limasan, jadi seolah – seolah penggolongan bangunan ini hanya di dasarkan pada bentuk luar bangunan serta ragam budaya tradisional yang di tawarkan dan telah dimilki oleh masyarakat sebelumnya. Menurut Eko Budiharjo(1997), arus regionalisme di Indonesia seolah masih tergantung pada vernakularisme. gerakan regionalisme di Indonesia juga masih cenderung hanya meniru bentuk fisik, ragam dan gaya – gaya tradisional yang sudah di miliki oleh masyarakat setempat.
2.1.2        Arsitektur post modern
Soeharto tidak pernah secara gambling menyebutkan mengenai pendapatnya tentang arsitektur post-modern. Namun begitu, arsitektur yang mengedepankan regionalisasi yang berkembang pada masanya adalah salah satu karakter ekspresi dobrakan yang dilakukan arsitektur post-modern kepada arsitektur modern. Berbeda dengan arsitektur modern yang kurang berekspresi, Charles Jencks mengatakan bahwa arsitektur post-modern sadar bahwa arsitektur adalah sebuah bahasa yang disampaikan lewat kode-kode yang dapat diterima secara berbeda dalam budaya-budaya yang berbeda pula.
Charles Jencks berpendapat bahwa arsitektur post-modern memiliki karakter yang bersifat (1) disharmony harmony, (2) pluralism, (3) urbane urbanism, (4) anthropomorphism, (5) continuum between the past and present, (6) return to painting, (7) ambiguity, (8) multivalence, (9) reinterpretation of tradition, (10) new rethorical figures, dan (11) return to an absent centre39. Dari sebelas karakteristik tersebut, perlu diperhatikan bahwa terdapat poin yang menyebutkan arsitektur post-modern memiliki karakter akan eratnya hubungan masa lampau (continuum between the past and present dan reinterpretation of tradition), layaknya arsitektur yang berkembang pada masa Soeharto yang mengedepankan tradisi bangsa Indonesia.
Post modern adalah istilah-istilah yang populer dari kalangan gedongan dan para elit yang dikenal sebagai intelektual yang trendi. Istilah Post Modern sendiri lahir dan dipopulerkan oleh kritis sejarah arsitektur, Charles Jencks dalam sebuah seminar di Universitas Eidhoven tahun 1978 gagasan ini menjadi tema pembicaraan arsitektur dalam Bienal di Venesia tahun 1980. Publikasi Jencks dalam kawasan berbahasa Inggris, Heinrich Klotz dalam bahasa Jerman, dan Paulo Porthogesi dalam bahasa Italia, yang kesemuanya dikenal sebagai sejarawan abad ke-20 yang membuat istilah Post Modern menjadi populer. Pada umumnya, pengertiannya dikaitkan dengan reaksi penyempurnaan atau revisi terhadap gerakan modernisasi dalam arsitektur dan seni di Eropa Barat dan di Ameika Serikat. Post modern menunjukkan apa yang telah kita tinggalkan dan melalui tapi belum menerangkan dimana kita akan tiba. Jadi arsitektur post modern belum sampai pada tujuannya yang baru tetapi juga belum melepaskan semua makna modernya. Post modern juga bisa dimengerti sebagai filsafat, pola berpikir, pokok berpikir, dasar berpikir, ide, gagasan dan teori. Masing-masing menggelarkan pengertian tersendiri tentang dan mengenai post modern, dan karena itu tidaklah mengherankan bila ada yang mengatakan bahwa post modern itu berarti “sehabis moder” (modern sudah usai), “setelah modern” (modern masih berlanjut tetapi sudah tidak lagi popuer dan dominan), atau ada yang mengartikan sebagai “kelanjutan modern” (modern masih berlangsung terus tetapi dengan melakukan penyesuaian atau adaptasi dengan perkembangan dan pembaharuan yang terjadi di masa kini). Di dalam dunia arsitektur, post modern menunjukkan pada sesuatu proses atau kegiatan dan dapat dianggap sebagai sebuah langganan yakni langgam post modern.
·         Latar Belakang Post Modern
Pemunculan post modern tidak bisa dipisahkan dari aspek yang berlaku sebelumnya yakni arsitektur modern. Arsitektur modern yang sudah berjalan selama lebih kurang setengah abad mulai mencapai titik kejenuhan. Konsep-konsep yang terlalu logis dan rasional serta kurangnya memperhatikan nilai-nilai sosial, lingkungan dan emosi yang ada dalam masyarakat mendapat berbagai kritik dan tanggapan artinya arsitektur modern lebih cenderung untuk memperhatikan bagaimana caranya manusia harus hidup dan kurangnya perhatian terhadap kehidupan manusia yang sebenarnya (bersifat sepihak). Karya-karyanya pun sangat kaku, membosankan dan tidak memiliki identitas, karena mempunyai langgam yang sama pada hampir semua jenis bangunan di berbagai tempat.
Kelompok arsitek baru kemudian bertekad untuk menetapkan suatu dasar filsafat dan format baru yang lebih luas bagi desain. Dalam usahanya untuk suatu perbendaharaan arsitektur yang baru, maka para arsitek yang baru ini berpaling pada sumber-sumber yang beragam sifatnya dahulu dihindari, seperti Rennisance-Itali, Barok-Jerman, Las Vegas dan lainnya.
Pada tanggal 15 Juli 1972, blok-blok perumahan di Pruitt Igoe dan peninggalan arsitektur modern diruntuhkan. Ada yang menganggap tanggal tersebut resmi sebagai matinya arsitektur modern.
Dalam beberapa waktu, perdebatan para kalangan arsitek telah disadari oleh masyarakat sehingga para arsitek baru mulai mencoba mengadakan komunikasi di antara bangunan, masyarakat dan lingkungan. Kemudian kelompok baru mulai mengemukakan pandangan-pandangannya yakni sadar berpilih-pilih tentang tata hubung antara bentuk dan isi dan sangat peka terhadap preseden sejarah dan kebudayaan.
Kelompok ini kemudian menyebutkan dirinya sebagai arsitek “post modern” atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai “pasca modern” yang mulai menonjolkan karya nyatanya pada tahun 1966-an. Sebenarnya gejala pasca modern ini sudah ditunjukkan pada pertengahan 1950-an yaitu pada karya Le Corbusier sebuah Gereja di Ronchamp yang sangat menyimpang dari gaya internasional. Pasca modern dimulai akhir 1950-an secara sedikit demi sedikit, baik secara terang-terangan maupun tersamar. Bermula dari penggunaan bentuk-bentuk lama, elemen-elemen tradisional, historis dipadu dengan penyederhanaan elemen-elemen modern. Komposisi unsur-unsur bangunan menyampaikan makna tertentu yang dapat dibaca. Demikian percobaan-percobaan dilakukan terus menerus dan diharapkan ada suatu timbal balik dari arsitek, pemakai masyarakat awam, dan lingkungan alam.
·         Ciri-ciri dan Pokok Post Modern
Post modern ditandai dengan timbulnya kembali bentuk-bentuk klasik, mengolah bangunan tradisi (vernakular) dan memperbaiki fungsinya. Ciri-ciri dari post modern ini antara lain:
· Aspek penyatuan dengan lingkungan dan sejarah, juga menyesuaikan dengan situasi sekitar
· Unsur-unsur yang dimasukkan tidak hanya berfungsi semata tetapi juga sebagai elemen penghias
· Pemakaian elemen geometris, sederhana terlihat sebagai suatu bentuk yang tidak fungsional, tetapi ditonjolkan sebagai unsur penambah keselarasan dalam komposisi ataupun dekor.
· Warnanya cenderung menor dan erotik, yang didominasi bukan oleh warna dasar tetapi oleh warna campuran yang banyak dipengaruhi pastel, kuning, merah dan biru ungu.
· Mengandalkan komposisi hibrid yang menghalalkan orang untuk mengambil elemen-elemen yang pernah ada untuk dimodifikasi sebagai kaya college/pastich.

CIRI-CIRI ARSITEKTUR PADA MASA ORDE BARU
Mulai memunculkan unsur arsitektur tradisional di masing-masing daerah.
a.      Ornamen Ragam Hias Betawi
Pembahasan ornamen Betawi ini dikarenakan ornamen Betawi akan menjadi konsep dasar perancangan Masjid Raya Jakarta seperti tampilan luar bangunan, tampilan dalam bangunan, bentukan massa bangunan, tata massa bangunan. Ornamen– ornamen Betawi tersebut sebagai berikut:
·          Swastika
Ragam hias banjil ini berasal dari Cina yang berasal dari kata ban yang artinya sepuluh dan dzi yang artinya beribu. Makna rumah yang dihiasi dengan ragam hias banjil diharapkan mendapat rezeki atau kebahagiaan yang banyak. Ragam hias banjil bisa juga diartikan matahari yang bermakna keceriaan dan semangat hidup.

·         Tumpal atau Langkan
·         Tapak Dara
Masyarakat Betawi dari dulu dikenal dekat dengan alam. Bunga tapak dara memiliki khasiat untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti bisul, batu ginjal, anemia, diabetes, dan leukemia sehingga bunga tapak dara itu begitu dekat dengan masyarakat Betawi dan dijadikan sebagai ragam hias.
·         Bunga Delima
Bunga delima memiliki banyak khasiat antar lain dapat mengobati cacingan, wasir, kembung, rematik sehingga begitu dekat dengan masyarakat Betawi dan dijadikan ragam hias rumah Betawi.
·         Pucuk Rebung
Pucuk rebung ini merupakan pengaruh dari kebudayaan Melayu dan kemudian diadopsi menjadi kebudayaan Betawi. Ragam hias pucuk rebung ini terdapat di daerah berbudaya Melayu seperti Riau, Palembang, Malaysia. Pucuk rebung ini menyerupai bentuk gigi balang yang ada di lisplang sepanjang atap rumah.
·         Flora dan Fauna
Ragam hias flora dan fauna banyak menghiasi rumah Betawi, terutama di tiang utama dan dinding.
Beberapa ragam hias flora yang banyak digunakan pada rumah Betawi beserta maknanya:
-          Bunga Mawar (kebesaran)
-          Bunga Melati (kesucian)
-          Bunga Cempaka (keanggunan)
-          Bunga kenanga (keharuman)
-          Bunga Sedap Malam (semerbak)
Beberapa ragam hias fauna pada rumah Betawi beserta maknanya:
-          Buaya (kesetiaan)
-          Burung Gagak (unsur magis)
-          Burung Merak (kemegahan)
-          Kuda (Kuat dan Gagah)
-          Rusa (Lincah)
Ornamen Betawi merupakan bagian yang paling kuat dan menonjol. Ornamen Betawi yang banyak dikenal oleh masyarakat Betawi adalah ornamen gigi balang yang terletak di lisplang atap, dikarenakan ornamen ini juga banyak dikenal melalui sering diterapkannya pada bangunan fasilitas umum antara lain sekolah ataupun kantor pemerintahan di Jakarta. Bentuk ornamen Betawi berasal dari tanaman dikarenakan masyarakat Betawi dekat dengan alam. Masyarakat Betawi merupakan masyarakat yang taat akan agama yang dianutnya (Islam), hal ini dapat terlihat pada bangunan Betawi yang memiliki warna hijau dan kuning yang mencirikan pemiliki rumah yang taat pada agama (Swadarma, 2013).

b.      Ornamen dan ragam Hias Yogyakarta (Batik Truntum)
Batik Truntum Sogan adalah ciptaan Permaisuri dari Sri Sultan Hamengku Buwono II, karena ditinggal sang raja cukup lama, beliau merasa kesepian. Sampai pada saat malam hari, ketika beliau memandang bintang bertaburan di langit, perasaan rindu dan galau memunculkan emosi dan dieskpresikan pada sehelai kain dengan pola seperti bintang. Batik ini adalah buatan tangan yang diproses dengan canting cap.
2.1.2        Penggunaan international style sebagai wujud dari gaya arsitektur Bangunan modern
International style yang dimaksud yaitu karya arsitektur pasca kemeerdekaan pada masa pemerintahan soeharto sudah mengikuti tren arsitektur yang diterapkan di Negara-negara barat yang tentunya sudah lebih maju dalam bidang pembangunan. Dengan mengikuti international style ini, secara tidak langsung pembangunan di Indonesia saat itu sudah mengikuti tren pembangunan bangunan modern baik itu dari segi pemanfaatan material, fasad maupun konstruksi.

2.1.3        Ada beberapa bangunan yang tidak proporsional antara ide dan fisiknya karena ingin menggabungkan unsur budaya dan modern
Untuk mencari bentuk yang indah dan sesuai dengan kaidah-kaidah arsitektur hendaknya membuat sesuatunya haruslah berdasarkan proporsi. Jika proporsi tidak pas maka bangunan tersebut akan terlihat tidak seimbang antara elemen-elemen bangunan lainnya maupun dengan skala manusia. Namun karena ingin membuat suatu inovasi yang sesuai dengan ide dan maknanya, maka gaya arsitekturnya sendiripun sedikit berubah dimana makna lebih tinggi kedudukannya daripada bentuk suatu bangunan maupun elemen bangunan.

ARSITEKTUR MASJID DI INDONESIA

Masjid atau mesjid adalah rumah tempat ibadah umat Muslim. Masjid artinya tempat sujud, dan mesjid berukuran kecil juga disebut musholla, langgar atau surau. Selain tempat ibadah masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan - kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran. Berikut merupakan paparan lebih lanjut mengenai arsitektur masjid ditinjau dari beberapa aspek :
2.3.1        Bentuk
Seiring dengan berkembangnya jaman, bentuk masjid telah diubah di beberapa bagian negara Islam di dunia. Gaya masjid terkenal yang sering dipakai adalah bentuk masjid Abbasi, bentuk T, dan bentuk kubah pusat di Anatolia. Negara-negara yang kaya akan minyak biasanya membangun masjid yang megah dengan biaya yang besar dan pembangunannya dipimpin oleh arsitek non-Muslim yang dibantu oleh arsitek Muslim.
Arab-plan atau hypostyle adalah bentuk-bentuk awal masjid yang sering dipakai dan dipelopori oleh Bani Umayyah. Masjid ini berbentuk persegi ataupun persegi panjang yang dibangun pada sebuah dataran dengan halaman yang tertutup dan tempat ibadah di dalam. Halaman di masjid sering digunakan untuk menampung jamaah pada hari Jumat. Beberapa masjid berbentuk hypostyle ayau masjid yang berukuran besar, biasanya mempunyai atap datar diatasnya, dan digunakan untuk penopang tiang-tiang.Contoh masjid yang menggunakan bentuk hypostyle adalah Masjid Kordoba, di Kordoba, yang dibangun dengan 850 tiang.

Beberapa masjid bergaya hypostyle memiliki atap melengkung yang memberikan keteduhan bagi jamaah di masjid. Masjid bergaya arab-plan mulai dibangun pada masa Abbasiyah dan Umayyah, tapi masjid bergaya arab-plan tidak terlalu disenangi.
Kesultanan Utsmaniyah kemudian memperkenalkan bentuk masjid dengan kubah di tengah pada abad ke-15 dan memiliki kubah yang besar, dimana kubah ini melingkupi sebagian besar area salat. Beberapa kubah kecil juga ditambahkan di area luar tempat ibadah. Gaya ini sangat dipengaruhi oleh bangunan-bangunan dari Bizantium yang menggunakan kubah besar.Masjid gaya Iwan juga dikenal dengan bagian masjid yang dikubah. Gaya ini diambil dari arsitektur Iran pra-Islam.

2.3.2        Menara
Bentuk umum dari sebuah masjid adalah keberadaan menara. Menara asal katanya dari bahasa Arab "nar" yang artinya "api"( api di atas menara/lampu) yang terlihat dari kejauhan. Menara di masjid biasanya tinggi dan berada di bagian pojok dari kompleks masjid. Menara masjid tertinggi di dunia berada di Masjid Hassan II, Casablanca, Maroko.
 Masjid-masjid pada zaman Nabi Muhammad tidak memiliki menara, dan hal ini mulai diterapkan oleh pengikut ajaran Wahabiyyah, yang melarang pembangunan menara dan menganggap menara tidak penting dalam kompleks masjid. Menara pertama kali dibangun di Basra pada tahun 665 sewaktu pemerintahan khalifah Bani Umayyah, Muawiyah I, yang mendukung pembangunan menara masjid untuk menyaingi menara-menara lonceng pada gereja. Menara bertujuan sebagai tempat muazin mengumandangkan azan.

Kubah

Kubah juga merupakan salah satu ciri khas dari sebuah masjid. Seiring waktu, kubah diperluas menjadi sama luas dengan tempat ibadah di bawahnya. Walaupun kebanyakan kubah memakai bentuk setengah bulat, masjid-masjid di daerah India dan Pakistan memakai kubah berbentuk bawang

Tempat ibadah

Tempat ibadah atau ruang salat, tidak diberikan meja, atau kursi, sehingga memungkinkan para jamaah untuk mengisi shaf atau barisan-barisan yang ada di dalam ruang salat. Bagian ruang salat biasanya diberi kaligrafi dari potongan ayat Al-Qur'an untuk memperlihatkan keindahan agama Islam serta Al-Qur'an. Ruang salat mengarah ke arah Ka'bah, sebagai kiblat umat Islam. Di masjid juga terdapat mihrab dan mimbar. Mihrab adalah tempat imam memimpin salat, sedangkan mimbar adalah tempat khatib menyampaikan khutbah.

  Tempat bersuci

Dalam komplek masjid, di dekat ruang salat, tersedia ruang untuk menyucikan diri, atau biasa disebut tempat wudhu. Di beberapa masjid kecil, kamar mandi digunakan sebagai tempat untuk berwudhu. Sedangkan di masjid tradisional, tempat wudhu biasanya sedikit terpisah dari bangunan masjid.

 Fasilitas lain

Masjid modern sebagai pusat kegiatan umat Islam, juga menyediakan fasilitas seperti klinik, perpustakaan, dan tempat berolahraga.
 ELEMEN HIAS PADA MASJID
Elemen hias merupakan salah satu faktor penunjang estetika. Bila dikaji secara etimologi, elemen berarti unsur; bagian (yang penting, yang dibutuhkan) dari keseluruhan yang lebih besar (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengem-bangan Bahasa, 1990:224). Dalam desain interior, elemen merupakan unsur-unsur yang membentuk ruang yaitu unsur geometris berupa titik, garis, bidang dan volume (Ching, 1996:11). Sedangkan menurut Rochym (1983:151) unsur-unsur tersebut terdiri dari bentuk, bidang, garis, ritme dan warna yang mem-bentuk satu kesatuan. Kata hias berhubungan dengan hiasan, maksudnya adalah barang apa yang dipakai untuk menghiasi sesuatu (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990:305).
Elemen hias dapat diartikan sebagai bagian yang dipakai sebagai hiasan. Dalam desain interior, setiap bagian yang membentuk ruang bisa menjadi hiasan. Misalnya motif pada dinding, pintu, jendela, lantai, langit-langit, perabot, seni ukir dan sebagainya. Seperti yang dijelaskan oleh Rochym (1983:150) bahwa unsur-unsur tersebut adalah detail-detail yang apabila dilihat satu per satu mungkin tiada artinya, tetapi bila dilihat secara keseluruhan sebagai gabungan yang tak terpisahkan akan muncul sebagai apa yang dinamakan estetika.
Elemen hias Islam lebih mengacu pada wujud atau jenis motif yang dipilih untuk diterapkan dalam interior bangunan khususnya masjid, sebagai sentuhan akhir yang menunjang estetika dan tentunya berdasarkan aturan-aturan Islam. Apa saja dan bagaimana wujud elemen hias Islam, bisa kita tinjau berdasarkan elemen hias masjid-masjid terdahulu terutama yang ada di daerah tempat berkembangnya arsitektur Islam dan kemudian menjadi corak yang simbolis bagi arsitektur Islam. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rochym (1983:153-154), elemen hias masjid tumbuh dari seni hias negara-negara tempat berkembangnya arsitektur Islam seperti Siria, Mesir, Iran, dan negara-negara Afrika Utara serta Asia Kecil. Mereka mempunyai kecakapan dalam bidang seni rupa. Seni hias itu diterapkan pada setiap sudut rumah atau istana, misalnya pada mebel, alat-alat rumah tangga (jambangan, alat rias dan lampu), maupun hiasan ruangan (permadani dan bantal-bantal). Kekayaan seni budaya tradisional negara-negara tersebut akhirnya menjadi dasar bagi seni hias di jaman setelah datangnya agama Islam.
Rochym menceritakan bahwa pada masjid, tiang-tiang kayu ditatah hampir penuh ukiran, terutama bagian mimbar dan celah sambungan lengkung kubah yang merupakan kerawang tempat masuknya cahaya ke dalam ruangan. Penampilan kontur yang tercipta dari lengkungan-lengkungan yang ditimbulkan oleh bentuk kubah menimbulkan kesan dekoratif. Bagian lain yang mendukung terbentuknya ungkapan elemen hias masjid antara lain gabungan dari bagian-bagian seperti pintu dan jendela, seni miniatur khas Islam, serta ornamen sehingga membentuk kesatuan yang utuh. Menurut pengertian seni, hal tersebut merupakan elemen utama dalam estetika. Unsur yang akan dibahas sehubungan dengan elemen hias Islam adalah motif yang biasa digunakan dalam interior masjid. Motif pada umumnya harus mengalami perubahan bentuk, sehingga memperoleh bentuk baru yang cocok atau sesuai untuk mengisi bidang hias. Pengubahan ini disebut stilasi, keindahan alami diubah menjadi keindahan ornamental. Sumbernya bisa diambil dari tumbuhan, hewan, lambang ataupun bentuk-bentuk geometris, dan sebagainya (Dalidjo, 1982:2). Namun dalam Islam, ada larangan visualisasi hewan dan manusia, sehingga muncul pola-pola yang kemudian menjadi ciri khas arsitektur Islam dan merupakan jalan keluar dari adanya larangan tersebut.
Motif yang biasa digunakan dalam seni hias ornamentik bangsa Arab merupakan bentuk stilasi dari tumbuh-tumbuhan yang dibuat melingkar-lingkar dan meliuk-liuk mengikuti pola ornamen. Pola tersebut kemudian dikenal dengan nama hiasan Arabesk (Rochym, 1983:155). Ada pula seni hias geometris yang memberikan nilai seni tinggi pada bangunan Islam (Irwin, 1994:198). Geometri dalam desain arsitektur/interior berhubungan dengan properti tentang garis, permukaan dan bentuk yang diatur dalam ruang (Frishman et all, 1994:55). Penerapan geometri dalam elemen hias masjid antara lain berwujud dua dimensi yang berupa patra pada dinding dengan berbagai pola. Pola segi delapan (octagon) dan bentuk bintang (star shapes) biasa digunakan pada abad awal Islam. Kemudian muncul penggunaan bentuk dasar lingkaran yang dibagi menjadi delapan sudut, bentuk ini sebanding dengan bila kita memutar 45º salah satu dari dua bujursangkar serupa yang berseberangan. Hingga saat ini, bentuk-bentuk geometris tersebut mengalami modifikasi sebagai hasil kreatifitas para desainer.

Soeharto dan Arsitektur Pada Masanya Soeharto dan Arsitektur Pada Masanya Reviewed by Unknown on 09.18 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.